Pada ibadat lintas agama yang digelar di aula SMA Newton itu, 2 km dari SD Sandy Hook, sambutan Obama menjadi pusat perhatian dunia. Tepat pukul 7 malam waktu setempat, ibadat dibuka oleh Matthew Crebbin, senior minister gereja Newtown Congregational. Dilanjutkan pendarasan Masmur 46 oleh Rabbi Shaul Praver dari Kongregasi Adath Israel. Sesudah doa bagi mereka yang meninggal oleh Mel Kawakami, senior minister Gereja Newtown United Methodist, kembali didaraskan Masmur 23 oleh Pendeta Wanita: Kathleen E. Adams-Shepard, Rektor Trinity Episcopal.
Doa untuk anak-anak dibawakan oleh Pendeta Jim Solomon, Gembala Sidang the New Hope Community Church. Saudara-saudara Muslim tidak ketinggalan ikut berdoa. Bacaan dari Al-Qur’an dibawakan oleh Jason Graves dan Muadh Bhavnagarwala dari Al Hedaya Islamic Center.
Kemudian, doa juga dilambungkan oleh Pendeta Jane Sibley, minister pada Newtown United Methodist ; disusul doa dari tradisi Baha’i oleh Dr. John Woodall, pimpinan Baha’i Faith Community. Pendeta Leo McIlrath, kapelan dari gereja Lutheran Home of Southbury berdoa bagi semua saja yang terlibat mengurus dan menuntaskan kasus ini. Pendeta Jack Tanner dari Gereja Newton Christian Church membacakan teks dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma bab 8, dan memberi renungan singkat.
Sebelum sambutan dari Presiden Obama, diberikan waktu kepada wakil masyarakat Patricia Llondra dan Gubernur Negara Bagian Connecticut Dannel P.Malloy memberikan sambutan. Ibadat ditutup dengan doa umat oleh Mgr.Bob Weiss, pastor paroki Santa Rosa de Lima dan berkat penutup oleh Pendeta Rob Mossis, dari gereja Christ the King Lutheran. Fiona Smith Sutherland mengakiri rangkaian upacara dengan alunan musik meditatif.
Ibadat lintas agama di Newton, yang dihadiri Obama malam itu, disiarkan langsung ke semua TV Amerika.
Semua pemirsa menyimak yang dikatakan Obama: “We can’t tolerate this anymore. These tragedies must end. And to end them, we must change!”.
Atas nama kebebasan, Amerika sudah cukup menderita dengan ribuan korban yang jatuh karena penembakan membabi buta kepada orang-orang yang tak bersalah. Dan semua setuju: ini sudah keterlaluan.
Cukup untuk semua itu. Malam itu, Obama ingin mewakili seluruh Amerika dan dunia yang hendak memeluk korban dan keluarganya: “I come to offer the love and prayers of a nation. I can only hope it helps for you to know that you’re not alone in your grief, that our world, too, has been torn apart, that all across this land of ours, we have wept with you.”
Presiden Amerika, malam itu menyihir semua yang hadir dan pemirsa TV se-dunia, yang mengutip kata-kata Yesus: “Biarlah anak-anak itu datang kepadaKu. Sebab merekalah yang empunya kerajaan Allah !” Beberapa hadirin nampak meneteskan air mata, karena malam itu kata-kata Yesus yang diulang oleh seorang presiden negara adidaya ini sungguh kena, sungguh berbunyi dan sungguh bermakna.
Ketegangan spiritual dan moral
Pulang dari ibadat ini, pekerjaan rumah Mgr.Bob belum selesai.
Ada 8 jenasah anak-anak dan 2 jenasah orang dewasa yang harus diupacarai sebelum penguburan. Romo Paroki ini mesti berkonsultasi dengan Pastor Jerald Doyle, Administrator Keuskupan Bridgeport dan Uskup Agung Henry Joseph Mansell dari Keuskupan Agung Hartford yang menjadi koordinator utamanya, bagaimana melaksana upacara untuk 10 jenasah umat parokinya ini.
Mgr. Bob menghadapi dilemma moral, pastoral bahkan spiritual yang sungguh tidak mudah diatasi: Bagaimana merayakan upacara pemberkatan dan pelepasan jenasah di gereja dalam waktu dekat ini. Mungkinkah memberkati secara bersamaan, 8 jenasah “malaikat” anak-anak kecil ini berdampingan dengan 1 atau 2 jenasah “setan” pembunuhnya?
Beberapa wakil keluarga, terang-terangan akan menolak keras kalau Romo Bob sampai memberkati anak-anak mereka berbarengan satu upacara dengan pemberkatan Nancy dan Adam Lanza pembunuhnya. Dugaan banyak orang, Romo Bob akan mengalah mengupacarai Nancy dan Adam terpisah dari upacara untuk 8 anak-anak itu.
Lagipula, sampai hari ini fihak keluarga Lanza belum ada yang datang dan bertanggungjawab mengurus jenasah Adam dan ibunya Nancy. Semua orang sedang menunggu apakah Peter Lanza yang sudah bercerai dan Ryan kakak Adam akan datang dan bertanggungjawab.
Kalau tidak, pihak Keuskupan Bridgeport akan mengambil alih tanggungjawab pemakaman Nancy dan Adam. Ujian besar untuk gereja : pembunuh keji yang (kebetulan) beragama Katolik, bisakah dan bolehkan diberkati? Bolehkan diberkati dan didoakan berbarengan dengan mereka yang dibunuhnya?
Bersama saudara-saaudari kita dari Paroki Santa Rosa de Lima, kita pun hanya bisa menundukkan kepala, mengelus dada dan berdoa. Kita cuma bisa miris, mengikuti kejadian tragis Jum’at berdarah itu. Kita tidak habis pikir, mengapa bisa terjadi kejadian sesadis ini.
Kita pun tidak mudah menjawab dilemma Romo Bob bagaimana mengadakan upacara pemakaman untuk pembunuh Katolik ini. Sekarang kita bisa mengerti, mengapa 50 tahun lalu, beberapa hari sebelum Konsili Vatikan II dibuka, Paus Yohanes XXIII naik kereta api, berdoa dan berjiarah kepada Bunda Maria di Loreto.
Paus tahu, dunia ini sangat rapuh dan manusianya bisa menjadi gila. Paus Yohanes XIII menyaksikan kegilaan ancaman perang nuklir. Kita sekarang mengalami kegilaan manusia seperti tragedi Newton ini. Ketika kita tidak tahu mesti bagaimana menghadapi semua itu, seperti Paus Yohanes XIII di Loreto, kitapun juga bisa datang kepada Bunda Maria, Bunda kita seraya berseru: “Ibu, ini anakmu!” Kita hanya bisa pasrah!
Pada Minggu Adven ini, di belakang altar Gereja Santa Rosa de Lima Connecticut, terpampang kalimat jelas dalam huruf blok : LOVE ONE ANOTHER.
Menurut data dari Wikipedia edisi Amerika, penduduk seluruh wilayah Bridgeport ada 918,714 orang. Dari jumlah itu tercatat 410,304 beragama Katolik. Bersama Boston dan New York, Connecticut memang basis umat Katolik Amerika. Apakah seruan “kasihilah sesamamu” dari Injil Yohanes di gereja Newton ini hanya jadi seruan untuk umat katolik Amerika dan paroki Newton?
Jelas tidak! Seruan kasih menjadi amat sangat berat dijalankan oleh rekan-rekan kita umat Katolik Newton ketika mesti bertanya : haruskan kita juga mengasihi setan Adam Lanza yang membunuh anak-anak paroki kita yang tak bersalah ini? Barangkali, lanjutan kotbah Pastor Peter Cameron pada misa di gereja Santa Rosa de Lima itu bisa membantu kita menjawab pertanyaan sulit ini: “The certainty of joy is that evil does not have the last word, that love wins. The most reasonable thing we can do is live that love in faith.” Amin!
Photo credit: Ist
Artikel terkait: