SANTA Theresa dari Calcutta, biarawati yang menjadi idola Ibu Siska, pernah mengatakan demikian. “Not all us can do great things. But we can do small things with great love”.
Bunda Theresa juga pernah memberi nasehat: “It’s not about how much you do, but how much love you put into what you do that counts”.
Bunda Theresa mengingatkan kita, cintalah yang menjadi kunci bagi segalanya. Dan Bu Siska sudah menghayati dengan baik nasehat Santa Theresa dari Calcutta itu.
Ibu Siska, menjadi isteri dan ibu yang hebat karena ia memiliki cinta yang hebat pula. Ia memiliki hati yang istimewa. Ia memberikan dirinya sebagai isteri dan ibu dengan penuh cinta. Ia menghidupi perannya sebagai isteri dan ibu, dengan cara yang luar biasa.
Washington DC
Saya beruntung, pernah menyaksikan kehebatan kiprah cinta Ibu Siska ini bagi keluarga dan para sahabatnya. Pada liburan kuliah musim panas tahun 1999 dan tahun 2000, saya sempat berkunjung ke Washington.
Biasanya sejak tahun 1990, selama libur musim panas, saya membantu sebuah paroki di Keuskupan New York atau di Los Angeles.
Rumah tak pernah sepi tamu
Musim panas tahun 1999 itu, saya kebetulan membantu di Paroki St. Claire Deltona di Florida. Sebelum ke Deltona, saya menginap beberapa hari di rumah keluarga Harinowo di 4711, Iris PI, kawasan Rockville, Maryland.
Rumah keluarga Harinowo di Rockville Maryland itu tak pernah sepi. Hampir setiap hari, ada saja teman-teman Indonesia yang datang. Banyak dari mereka yang memang tinggal di Washington. Tetapi banyak juga tamu keluarga Harinowo adalah mereka yang sedang belajar atau bertugas di KBRI.
Kesan saya, semua orang yang datang ke rumah Pak Harinowo, merasa pulang ke rumah keluarga sendiri. Bapak dan Ibu Harinowo seolah sudah menjadi kakak atau orangtua bagi teman-teman Indonesia di DC.
Ibu Siska dipanggil mami oleh anak-anak muda itu. Dan untuk sebagaian besar “pejuang perantauan” yang tinggal di Washington, Ibu Siska mendapat julukan istimewa “emak sejuta umat”.
Julukan yang tidak setiap ibu Indonesia di Washington mendapatkannya. Dan julukan itu sudah menjelaskan dengan sendirinya, siapa Ibu Siska di mata para sahabatnya.
Memang harus diakui, siapa pun yang masuk rumah keluarga Harinowo, akan langsung merasakan “aura” keakraban dan kekeluargaan yang istimewa. Siapa pun yang datang ke rumah itu disambut dengan tawa dan canda meriah Ibu Siska.
Tak sekali pun teman-teman melihat Ibu Siska yang murung atau sedih.
Kalaupun kadang bicara dengan nada tinggi, anak-anak tahu maminya tidak lagi marah, cuma lagi sebel saja. Tetap masih ada cinta yang besar di balik nada tinggi atau teriakan maminya itu. Suaranya yang keras, tawanya yang khas dan candanya yang pas, menempel erat pada siapa pun yang mengenal Ibu Siska Harinowo.
Quality time dalam keluarga
Kendati tamu tak pernah henti datang, namun saya menyaksikan Ibu Siska dan Pak Harinowo, tetap selalu punya “quality time” dengan anak-anak. Sehabis makan malam, saya selalu mendengarkan derai tawa keluarga bahagia itu, kalau mereka lagi ngobrol.
Kamar bapak-Ibunya selalu menjadi tempat bercanda dan tempat anak-anak curhat. Kamar bapak-Ibunya menjadi tempat yang hangat dan menyenangkan untuk anak-anak tercinta pasutri Harinowo: Gusta, Tata, Tika, dan Derry.
Tawa ceria selalu terdengar dari kamar mereka.
Rumah Bapak-Ibu Harinowo di Rockville itu praktis menjadi tempat singgah dan tempat berteduh yang “ngangeni”. Siapa pun orang Indonesia yang tinggal di Amerika, khususnya di DC, pasti pernah berkunjung ke rumah keluarga Harinowo.
Di DC, banyak rumah orang-orang Indonesia yang mentereng. Tetapi tidak satu pun dari mereka yang bisa “mengalahkan” banyaknya tamu yang berkunjung di rumah keluarga Harinowo.
Ya memang, di rumah itu ada sosok “emak sejuta umat” untuk semua orang Indonesia yang tinggal di DC.
Rumah keluarga Harinowo menjadi rumah keluarga Indonesia, karena di rumah itu mereka ketemu “emak” dan “mami” mereka. Susahnya hidup di perantauan, rasanya jadi ringan kalau habis ngobrol dengan “Mami Siska”, emak sejuta umat.
Yang kaya, yang miskin, yang baik-baik saja, yang bermasalah, yang tua, yang muda, Islam, Katolik, Kristen, Jawa, Batak, Flores, Tionghoa, siapa pun mereka, rasanya bertemu oase yang teduh kalau datang ke rumah keluarga Harinowo yang menyenangkan itu.
Keluarga Katolik Indonesia di Amerika
Rumah yang menyenangkan itu, selain menjadi “rumah teduh” bagi orang Indonesia di DC, juga menjadi rumah yang bernyanyi. KKIA (Keluarga Katolik Indonesia di Amerika) cabang Washington DC selalu mengadakan latihan koor di rumah keluarga Harinowo.
Sejak tahun 1998, Paroki St. John The Baptist Maryland, menyediakan aula untuk pertemuan umat Katolik Indonesia di DC.
Romo parokinya yang baik itu sangat bersimpati dan mendukung pertemuan KKIA di parokinya. Romo itu mengenal Indonesia dengan baik karena ordonya memang berkarya di Indonesia.
Sebulan sekali, pada pukul 14.00 siang, Paroki St. John The Baptist itu mengizinkan KKIA menyelenggarakan misa sendiri dalam bahasa Indonesia.
Setiap misa bulanan, apalagi Natal dan Paskah, selalu ada koor KKIA DC yang dipimpin oleh Pak Harinowo. Tentu saja, koor KKIA DC itu latihan dulu di rumah keluarga Harinowo.
Teman-teman Indonesia itu senang berlatih koor di rumah keluarga Harinowo, karena koor pasti akan terlatih dengan baik oleh Pak Harinowo dan konsumsi akan selalu berlimpah dari Bu Siska.
Teman-teman itu juga selalu kangen dengan suara merdu Bu Siska,yang menjadi penentu bernyanyi benar kalau saat latihan koor ketemu lagu yang sulit. (Berlanjut)