HARIAN berbahasa Perancis Le Monde edisi 8 Juli 2020 hari ini melansir berita dengan menarik: Nue à Lourdes, prière punk, Jésus en érection… Quand l’art provoque l’Eglise.
Artinya: Bertelanjang di Lourdes, Doa Gaya Punk, Yesus Tengah Ereksi… Ketika (Karya) Seni Memprovokasi Gereja.
Harian berbahasa Perancis ini menyebut, seniman bernama Deborah De Robertis diancam nantinya harus membayar denda sebesar 2.000 Euro. Ini karena dia telah nekad pamer diri dengan bertelanjang bulat persis di depan Gua Maria Lourdes.
Semua orang tahu bahwa di Lourdes ini ada grotto (gua) di mana dulu Bunda Maria pernah menampakkan beberapa kali kepada gadis remaja bernama Bernadette Soubirous tahun 1858.
Bagi Umat Katolik sedunia, Lourdes menjadi tempat peziarahan rohani paling moncer di seluruh dunia, selain Basilika Santo Petrus di Vatikan dan Tanah Suci (Israel).
Atas nama kebebasan
Kasus seniman eksentrik nan nekad yang menimpa Deborah De Robertis adalah insiden paling anyar yang terjadi di wilayah lokasiziarah rohani. Namun, jauh-jauh sebelumnya, sejumlah artis dan seniman eksentrik dari berbagai negara lainnya juga pernah tersandung kasus sama.
Atas nama kebebasan, para artis seniman itu sampai nekad melakukan ekspose diri dan berani menciptakan karya seninya dengan tonjolan fokus yang “tidak biasa”.
Namun, aparat keamanan setempat merasa bahwa mereka ini sudah sangat “kebablasan” dalam mengekspresikan diri dan mendesain karya seni mereka.
Ketika Gereja Katolik “melawan” dan sistem hukum negara menilai perbuatan “tidak menyenangkan” itu sebagai sebuah pelanggaran terhadap simbol-simbol suci sebuah agama— katakanlah menodai sakrilegi— maka seperti kasus itulah yang kemudian kini menimpa seniman bernama Deborah De Robertis.
Denda sebesar 2.000 Euro
Ia dikenai ancaman harus membayar denda senilai 2.000 Euro. Jumlah uang yang sangat besar nilainya. Sesuai kurs Euro pada tanggal 9 Juli 2020 ini, maka seniman Deborah De Robertis ini akan dikenai sanksi bayar denda sebesar Rp 32.938.000,00. Kalau dakwaan atas tindakan pelecehan agama ini nantinya terbukti di pengadilan.
Dan pengadilan juga menyatakan dia telah bersalah atas “pamer tubuh telanjang” di depan Gua Maria Lourdes ini.
Kejadian pamer diri dengan bertelanjang yang dilakukan oleh seniman berdarah campuran Perancis-Belgia itu sendiri sudah terjadi di tahun 2018. Pada waktu itu, demikian tulis harian Le Monde, De Robertis nekad berdiri dengan telanjang bulat di depan pintu grotto Bunda Maria di Lourdes.
Sidang pengadilan telah digelar tanggal 25 Juni 2020 lalu di Tarbres. Dalam sidang ini, pengadilan barulah memberi dakwaannya terhadap tersangka pelaku pelecehan zona suci agama ini.
Namun, pengadilan ini telah memberi ancaman sanksi berupa pembayaran denda sebesar 2.000 Euro atas pelanggaran terhadap nilai-nilai kesakralan simbol-simbol agama.
Otoritas Gereja Katolik di Lourdes menuduh seniwati ini sungguh tidak “tahu diri”. Hanya suka mengumbar kecenderungan eksibisionisme semata dan telah “menodai” tempat suci yang dihormati segenap Umat Katolik di seluruh dunia.
Dénonçant un acte d’exhibitionnisme qui a choqué les fidèles présents. Demikian tulis Le Monde mengkritisi aksi pamer badan telanjang De Robertis di depan Gua Maria Lourdes.
Maria seksi, apalagi Maria Magdalena
Namun bukannya “bertobat” atas insiden telanjang yang dia lakukan di tahun 2018 lalu, De Robertis malah mengklaim diri akan menunjukkan dua karya seni lainnya yang menunjukkan sosok Bunda Maria yang juga dinilainya “seksi” kepada khalayak ramai.
Bahkan karya seni lainnya juga memperlihatkan Maria Magdalena bisa tampil “sangat seksi”. Dua karya seni itu pernah muncul dalam pajangan di sebuah pameran seni di Louvre dan Orsay. Demikian tulis Le Monde.
Terhadap dua karya seni ini, tentu saja Gereja Katolik ikut “meradang” marah.
Sidang pengadilan berikutnya dengan terdakwa De Robertis ini akan berlangsung tanggal 8 Agustus 2020 mendatang.
“Yesus” sedang ereksi
Kejadian yang juga menggoncang jagad Gereja Katolik pernah terjadi di Roma, Ibukota Italia. Insiden ini terjadi di tahun 2017. Tepatnya di bulan Juni tahun itu.
Seorang seniman jalanan Italia bernama Hogre dengan berani telah memasang karyanya berupa sebuah poster “berani” beraroma satir dengan judul Ecce Homo Erectus. Artinya “Inilah Manusia yang Tengah Ereksi”.
Poster ini muncul di sebuah halte pemberhentian bus di Kota Roma.
Hogre kemudian “dipersalahkan” oleh khalayak ramai, karena gambar poster segera membawa penonton pada asosiasi pikiran bahwa “ecce homo” ini adalah “Yesus”.
Gambar poster itu sendiri menunjukkan “sang tokoh” tengah mengalami ereksi di balik jubah-Nya. Dan gambar itu juga memperlihatkan tangannya sedang memegang kepala seorang bocah yang tengah berdoa di depannya.
Kepada publik, seniman eksentrik ini lalu “melawan”. Ia berdalih, sebaiknya Gereja mengurusi saja “perilaku” seksual menyimpang Kardinal George Pell –mantan Bendahara Vatikan dan mantan Uskup Agung Melbourne—yang didakwa telah melakukan perudungan seksual kepada dua anak misdinar.
Sebagaimana kita tahu, Kardinal Pell divonis bebas oleh Pengadilan Tinggi Victoria belum lama ini atas alasan tuduhan itu kurang berdasar dan kurangnya bukti.
Menurut artikel no 724 KUHP Italia, siapa pun yang melakukan tindakan yang melecehkan simbol-simbol kekudusan agama bisa kena sanksi denda sebesar 5.000 Euro (Rp 82,3 juta). Itu pun harus ditambah dengan hukuman penjara maksimal selama dua tahun di Hotel Prodeo.
Namun, Hogre tidak sampai menerima vonis dan saksi denda tersebut. Dan karena berhasil lolos dari hukuman dan persidangan, Hogre kembali lagi membuat ulah yang sama.
Hukuman kerja paksa di Rusia
Kasus ini muncul di Rusia. Ini terjadi di bulan Augustus 2012. Menimpa tiga seniman perempuan bernama Nadejda Tolokonnikova, Ekaterina Samoutsevitc, dan Maria Alekhina.
Pengadilan Rusia di Moskwa sungguh tidak main-main memproses “pelanggaran” terhadap simbol-simbol kekudusan agama. Karena aksi mereka berupa vandalisme dan kata-kata hasutan yang memancing emosi pemeluk agama, ketiga seniman muda ini lalu kena “batunya”.
Pengadilan Moskwa tanggal 17 Agustus 2012 menuduh mereka telah melakukan pelecehan agama dengan sengaja “berdoa ala punk” di depan Patung Kristus Penyelamat di Gereja Katedral Moskwa di bulan Februari 2012.
Salah satu “isi” doa mereka kepada Bunda Maria –waktu itu- adalah agar Gereja “memburu” Vladimir Putin. Dan kita tahu, Vladimir Putin adalah Presiden Rusia yang kekuasaannya kini hampir tanpa batas di Negeri Beruang Merah.
Ia pernah jadi Presiden. Lalu jadi Perdana Menteri, sementara kursi presiden dipegang Medvedev. Kini, ia jadi Presiden lagi dan bahkan ditengarai akan menjadi presiden seumur hidup karena akan melakukan amandemen konstitusi.
Ketiga seniman perempuan yang masih muda ini juga mengecam kolusi politik antara Pemerintah dan Gereja Ortodoks Rusia.
Atas insiden melakukan doa punk ini, Pengadilan Mokswa mengirim mereka ke kamp kerja paksa –bisa jadi di Siberia—selama dua tahun sebagai hukumannya.
Memplesetkan passio
Tahun 2003, Pengadilan Gdansk di Polandia menghukum seniman lokal bernama Dorota Nieznalska dengan vonis enam bulan masuk penjara plus kerja sosial.
Ia dinyatakan bersalah, karena melakukan penodaan terhadap agama Katolik. Karya seni instalasinya bertitel Pasja. Artinya passio dalam bahasa Polandia.
Karya seni instalasi ini dipamerkan di sebuah galeri di Wyspa. Di tahun 2003 silam ini, seniman itu juga menampilkan “gambar-gambar” yang tidak “biasa” kepada khalayak ramai.
Seni instalasi itu memperlihatkan foto-foto dengan fokus ujung pangkal paha seorang lelaki yang dipadupadankan dengan gambar sebuah salib khas Gereja Ortodoks Yunani. Lalu ditambah lagi dengan tampilan sebuah video yang memperlihatkan seorang atlit tengah mengangkat beban.
Namun, suara komunitas seni internasional membawa keberuntungan bagi seniman ini. Ia bebas dari tuduhan telah melecehkan agama dan bebas dari dakwaan melakukan tindak pidana melanggar hukum.
Sumber: Harian Le Monde.