Home BERITA Puncta 16.11.20: Srikandi vs. Resi Bisma

Puncta 16.11.20: Srikandi vs. Resi Bisma

0
ilustrasi: Tari Srikandi Larasati. (Ist)


Lukas 18:35-43

KETIKA Begawan Bisma maju berperang, para ksatria Pandawa ketakutan. Mereka tak berani menghadapi orangtua yang sudah “madeg pandita.” Pandita yang bersurban putih itu turun gelanggang. Para Kurawa bersorak gegap gempita seolah mendapat mesiu baru oleh hadirnya pria berjubah putih yang baru datang dari Padepokan Talkanda.

Para Ksatria Pandawa ciut nyalinya. Mereka semua tahu siapa Bisma, Pewaris sah Negeri Hastina. Bisma maju menghancurkan barisan Pandawa. Mereka dibuat kocar-kacir. Hati para Pandawa dibuat kecut atas amukan Bisma.

Ketika para lelaki, ksatria, punggawa praja tepekur dalam ketakutan, seorang perempuan mendongak ke atas dengan pongahnya. Dia menantang Resi Bisma. Dialah Dewi Srikandi. Para ksatria itu melarang dan menghalangi Srikandi maju berperang. Tetapi perempuan itu tak peduli. Ia membabi buta menerjang. Dengan suaranya yang “canthas” Srikandi menantang Bisma.

Srikandi tahu atas bisikan Sri Kresna, bahwa resi yang religius itu punya titik kelemahan, yakni kemolekan wanita. Bisma hanya bisa dikalahkan oleh perempuan. Bisma pernah jatuh di pangkuan Dewi Amba. Walau ia pernah bersumpah hidup suci, tetapi kecantikan Dewi Amba meruntuhkan hatinya. Bisma lemas tak berdaya di hadapan wanita. Itulah kelemahan Resi Bisma yang dulu suka menggoda Dewi Amba dengan chating-chating hotnya.

Kita ini sekarang sedang dibuat menjadi buta oleh kondisi di tengah masyarakat. Aturan demokrasi dijungkir-balikkan, tata krama masyarakat yang sopan santun dihujani sumpah serapah tak beradab. Protokol kesehatan pada masa pandemi yang sudah diatur rapi tidak dihormati. Para ksatria, punggawa praja, penegak hukum hanya menutup mata. Semua menjadi buta.

Di sisi lain, Srikandi tampil membabi buta. Dia bukan Subadra yang halus lemah gemulai, tunduk di bawah ketiak laki-laki. Srikandi “gobras-gabrus” menerjang dengan berani. Entah perhitungan apa yang dibuatnya sehingga dia berani menghadapi resiko yang besar di medan perang. Ternyata di belakangnya ada Arjuna yang membantu dia mengarahkan panah ke Dewabrata alias Bisma.

Seperti orang buta yang datang kepada Yesus itu, kita mesti juga berseru, “Tuhan, semoga aku dapat melihat.” Melihat dengan jernih kebenaran dan keadilan. Tidak menutup mata atas tindak sewenang-wenang. Mampu menghormati hukum sebagai benteng kehidupan bersama. Berani bersuara atas ketidak-adilan dan pelecehan tata krama hidup bersama.

Para ksatria jangan hanya diam menutup mata. Mari kita dukung Srikandi yang berjuang sendirian. Mungkin ini saatnya, srikandi-srikandi Indonesia maju untuk melawan ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan. Resi Bisma bisa dikalahkan.

Ketika para ksatria hanya memilih diam,
Srikandi berani mengobarkan peperangan.
Kalau kita hanya diam atas ketidak-adilan,
Kita semua sedang menuju kehancuran.

Cawas, sedang gemes….

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version