Home BERITA Putus Hubungan

Putus Hubungan

0
Ilustrasi: Konflik karena salah paham. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Selasa, 22 Februari 2022.

Tema: Pokoknya Tidak.

Bacaan

  • Dan. 3; 25, 34-43.
  • Mt. 18: 21-35.

“PASTOR saya serius. Jangan pernah mencoba menghubungi dia. Saya tidak sudi lagi. Saya menutup pintu maaf. Pokoknya saya percaya pada Pastor.

Saya minta pastor tidak mengambil tindakan menghubungi dia. Saya hanya minta Pastor mendengarkan cerita saya. Konfirmasilah dengan keluarga saya. Tidak dengan mereka,” tegas seorang ibu.

“Tidak ada kata maaf lagi. Mereka sangat keterlaluan. Mereka membuat saya tertekan dan menderita. Saya anggap mereka bukan manusia… (sambil menyebut nama seekor ciptaan),” ungkapnya lagi dengan memyeka air mata.

“Sebentar, sabar dulu. Dengerlah,” kata pastor.

“Tidak Pastor. Saya tidak mau dan saya sangat benci. Saya hanya cerita kepada pastor supaya tekanan batin saya berkurang. Keluarga saya sudah tahu dan setuju. Pastor bisa mengkonfirmasi pada keluarga saya.

Saya hanya syering kepada Pastor, karena bisa dipercaya dan netral. Saya harap pastor tidak terpengaruh oleh keluarga mereka. Pastor juga cukup dekat dengan mereka. Mereka pasti akan mengadu dan meminta pertolongan. Saya sudah selesai dengan mereka. Putus. Tidak mau kenal.”

“Bukankah kalau mereka datang dan bercerita mungkin bisa sedikit menggugah kesadaran mereka.”

“Tidak Pastor. Saya tidak butuh belas kasih. Saya tahu persis siapa mereka. Mereka telah menghina martabat saya, merusak harga diri orangtua saya.”

Nah kalau begitu, kan repot kalau tiba-tiba bertemu atau berpas-pasan?”

“Oh, saya akan membuang muka. Saya sudah memutuskan untuk tidak mengenal mereka. Cukup sudah penderitaan saya.

Saya tidak mau anak-anak saya hidup dalam ketegangan. Saya ingin membesarkan anak-anak saya, kendati harus single parent.”

“Baiklah kalau begitu. Saya akan netral. Seandainya mereka datang, saya hanya mendengarkan.”

“Itu lebih baik. Pokoknya Pastor tahu, ikatan kami berakhir.”

“Sejak kapan engkau memutuskan?”

“Saya sudah cukup lama bersabar. Pastor ingat lima tahun yang lalu, ketika saya datang mengeluh, Pastor menegur pasangan saya. Pastor tahu kan apa yang terjadi. Tidak ada perubahan.

Saya menanggung semua penderitaan atas tingkah lakunya. Ia sungguh tidak bermoral,  baik terhadap keluarga maupun terhadap anak-anak.

Kan Pastor mendengar dari banyak orang, dia tidak hidup sebagai orang Katolik yang menghayati sakramen-sakramen Gereja.

Dan Pastor ingat beberapa kali datang ke rumah untuk mendamaikan, dia beralasan ada urusan. Dan kemudian pergi.

Saya yakin dan percaya ini jalan terbaik. Setelah misa Jumat pertama tadi, saya ambil keputusan.

Besok saya akan mengusir. Rumah yang sekarang adalah rumah atas hasil kerja saya.”

“Apakah dia ada dirumah sekarang?”

“Tidak pastor. Sudah satu bulan pergi dan tidak meninggalkan apa pun. Saya tidak tahu di mana ia berada. Tak ada komunikasi. Panggilan tak dijawab.”

“Apakah orangtuanya tahu?”

“Sangat tahu, Pastor. Mereka membela anaknya. Selalu saya yang dipersalahkan. Mertua menganggap saya sebagai isteri yang tidak becus mengurus suami.

Saya pernah cerita kepada mertua. Kata mereka, ‘itu hal lumrah laki-laki. Kamu yang harus tabah. Sejelek apa pun itu suamimu. Anak saya dulu baik-baik saja.

Kalau sekarang dia punya perilaku yang tidak baik, pasti pengaruh kamu, isterinya.’

Sejak itu saya tidak pernah datang dan menghargai mertua. Matanya buta melihat kelakuan anaknya. Selalu dibela dan dibenarkan. Tidak ditegur. Selalu dibanggakan dan dimanja.”

“Apa tindakanmu?”

“Saya minta kakak laki-laki saya untuk selama sebulan ini tinggal bersama saya. Membentengi kami.

Percecokan hanya menghasilkan derita. Bila takut akan menjadi kebencian.”

Akankah suara Yesus: ‘Bukan. Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh  kali tujub kali’ sudah didengarkan?

“Sakit memang. Dan aku hanya mencoba memahami keputusan umat ini. Dan mendoakan.”

Tuhan, kadang aku tak mampu hidup dalam nama-Mu. Tapi sertai aku. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version