Home BERITA Rama Kandjeng

Rama Kandjeng

0
Ibu Negara Fatmawati Soekarno datang melayat pada prosesi pemakaman jenazah Romo Kandjengt Mgr. Albertus Soegijapranata SJ di TMP Giri Tunggal Semarang tahun 1963. (Ist)

Puncta 17.08.22
HR Kemerdekaan RI
Matius 22: 15-21

SIAPA orang Katolik Indonesia tidak mengenal sesanti atau motto kebangsaan “Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Indonesia?”

Adalah Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, uskup pribumi pertama Indonesia yang bertugas melayani umat Vikariat Apostolik Semarang atau Keuskupan Agung Semarang sekarang.

Beliau sering disapa sebagai “Rama Kandjeng” oleh umat Katolik di Jawa. Beliaulah yang mengobarkan semangat kebangsaan sekaligus beriman mendalam.

Semangat nasionalismenya ditunjukkan kepada bangsa dan negara, saat Presiden Soekarno dan wakil Presiden memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Yogyakarta karena adanya serangan militer Belanda.

Beliau memindahkan pusat pelayanannya di Semarang ke Pastoran Bintaran, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukan di Gereja Kidul Loji, tetapi di Bintaran, karena itulah gerejanya rakyat pribumi.

Itulah wujud kongkret bahwa Gereja Katolik Indonesia berada di belakang dan mendukung Pemerintah Republik Indonesia yang masih sangat muda.

Beliau mengobarkan semangat nasionalisme kepada umat Katolik dengan semboyan “100% Katolik, 100% Indonesia”.

Menjadi Katolik militan tidak mengurangi semangat cinta NKRI. Menjadi Katolik sejati tetap mendukung NKRI harga mati.

Ketika beliau meninggal di Steyl, Belanda saat sedang rehat sidang konsili Vatikan kedua, pada tanggal 22 Juli 1963, Presiden Soekarno langsung memerintahkan agar jenasahnya dibawa pulang ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang.

Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang. (Mathias Hariyadi)

Soekarno juga yang menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada pimpinan umat Katolik Indonesia ini.

Tidak berlebihan jika semangat 100% Katolik 100% Indonesia berasal dari sabda Yesus yang berkata, “Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”

Menjadi orang Katolik yang Indonesia dan menjadi warga Negara Indonesia yang Katolik harus setarikan nafas dalam nadi kita. Tidak bisa dipisah-pisahkan.

Kita menghirup udara Indonesia, kita makan dari hasil bumi Indonesia. Kita juga harus mengabdi kepada Bangsa Indonesia, bukan bangsa asing.

Soekarno juga pernah mengingatkan, “Kalau menjadi Katolik atau Kristen, jangan menjadi Katolik atau Kristen ala Eropa, tetapi Katolik Indonesia.”

Umat Katolik dipanggil menjadi warga negara yang berkontribusi bagi kemajuan bangsa, menjaga kerukunan dan keutuhan warga.

Cinta Tanahair adalah perwujudan iman kepada Tuhan.

Mari kita jaga bersama Tanah Tumpah Darah kita. Kita hidup dari bumi Indonesia, kita makan dari hasil bumi Indonesia, kita juga mati di bumi Indonesia.

Joko Tingkir pergi ke Jepara,
Tidak ada buaya kepalanya pusing.
Jangan bilang cinta Indonesia,
Kalau yang dibela budaya asing.

Cawas, Merdeka…..

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version