PEMURIDAN pada kunjungan keluarga, kunjungan lingkungan dan Tahun Katekese Keuskupan Agung Semarang (KAS) 2024 menjadi pijakan syering refleksi.
Ada dua gambar atau foto yang menyertai tulisan ini. Satu foto misa di Lingkungan St. Agatha Karangasem bersama Romo Aloysius Kriswinarto MSF. Lainnya, misa lingkungan St. Yohanes de Britto Sondakan bersama Romo Aloysius Liu Fut Khin MSF dari Gereja Santo Paulus Paroki Kleco Solo.
Umat Lingkungan Santa Agatha terlihat duduk di bangku kelas SD Negeri Karangasem Solo. Sedangkan, foto kedua memperlihatkan umat Santo Yohanes de Britto Lingkungan Sondakan duduk lesehan di rumah salah satu umat.
Dari dua foto itu frase yang hendak disertakan adalah umat menjalani “pemuridan zaman sekarang melalui katekese umat”.
Pemuridan dan katekese umat
Pemuridan adalah upaya untuk terjadinya proses pertumbuhan rohani (pengetahuan, iman dan ketaatan) seorang pengikut Kristus yang dilakukan pengikut lainnya. Dilakukan dengan cara membagikan segala sesuatu yang dimiliki seperti: karakter, pengetahuan, dan penghayatan iman.
Pemuridan adalah suatu proses memuridkan dan dimuridkan bagi orang Kristen agar menjadi semakin serupa dengan Kristus Allah kita
Katekese umat merupakan model khas katekese Indonesia dan sudah berkembang semenjak Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan se Indonesia yang pertama di Sindanglaya, Jawa Barat, tahun 1977 hingga sekarang.
Katekese umat adalah musyawarah iman. Ini merupakan inkulturasi dari budaya musyawarah. Katekese umat memberi arti bahwa yang berkatekese adalah dari, oleh, dan untuk umat sesuai dengan paham Gereja yang adalah umat Allah. Katekese umat menjadi pilihan Gereja mendasarkan pada budaya bangsa yaitu musyawarah dan mufakat.
Syering kunjungan keluarga dan lingkungan
Sebuah syering dari Paroki Kleco tahun 2023 mengatakan, kegiatan kunjungan keluarga, kunjungan lingkungan perayaan ekaristi wilayah, sarasehan atau wawanhati telah dilaksanakan lebih dari 30 kali. Awal tahun 2024 pada akhir Januari sampai dengan pekan pertama awal Februari 2024 telah dilaksanakan sebanyak delapan kali.
Dalam konteks katekese, pola yang dilakukan mengunjungi keluarga, mendoakan umat yang menderita sakit, merayakan ekaristi, sarasehan dan wawanhati. Proses mendoakan untuk memohon kesembuhan dalam kunjungan keluarga semakin sering dilakukan. Permohonan akan rahmat kesembuhan menjadi salah satu cara menemani umat yang menderita sakit.
Keterlibatan umat untuk hadir dan mengikuti pendampingan iman dan katekese umat menjadi bentuk proses kesediaan diri untuk saling mendengarkan. Anak anak, OMK, orang dewasa, lanjut usia bahkan yang sakit pun hadir mengikuti katekese umat dan pemuridan.
Proses pemuridan secara sederhana terjadi.
Umat dalam waktu satu setengah jam sampai dengan dua jam belajar untuk mendengarkan, mengikuti liturgi, pewartaan sabda ‘pengajaran katekese’ yang disampaikan gembalanya, pastor.
Dinamika “pemuridan dalam katekese umat” di Paroki Kleco menumbuhkan kesediaan untuk menambah pengetahuan iman, dan kesediaan untuk menjalin ikatan dalam persaudaraan iman Gereja.
Pemuridan dalam katekese umat memberi makna: mengenal anggota paguyuban dan saling mendoakan. Mengenal dinamika pengetahuan akan tata gerak liturgi, doa-doa harian yang diulas saat katekese umat, sakramen-sakramen yang ada di Gereja Katolik, ketokohan santo dan santa, tata cara pengelolaan paroki, hubungan kerja sama dalam pelaksanaan program paroki serta memberikan pengalaman iman.
Selain itu kunjungan lingkungan dan katekese umat menjadi sarana pembinaan iman, peribadatan serta memberikan kesempatan lebih banyak umat untuk menjadi lektor, pemazmur, misdinar dan tata altar di tingkat lingkungan.
Berangkat dari refleksi sederhana dalam syering ini sebuah usaha katekese tumbuh. Mendoakan yang sakit, pewartaan sabda, pengenalan hidup umat dan pelaksanaan ibadat dan ekaristi sebagai bentuk perayaan iman.
Harapannya semoga katekese yang dicanangkan dapat ditanggapi umat dan menjadi bagian proses pemuridan di zaman ini.