Sun Tzu adalah Jenderal Militer Cina kuno, seorang ahli strategi, dan filsuf, yang dipercaya mengarang buku “Seni Perang” (The Art of War), sebuah buku Cina kuno tentang strategi militer. Dia diperkirakan hidup antara tahun 544 – 496 SM dan pernah menjadi panglima perang di masa kejayaan Raja Ho – lu dari Wu. Ia mempunyai pengaruh signifikan dalam sejarah dan budaya Cina serta Asia, baik sebagai pengarang buku “Seni Perang” maupun dari legenda hidupnya. Pada abad 19 dan 20, Seni Perangnya popular di kalangan masyarakat barat.
Buku “Seni Perang” mengetengahkan filsafat perang untuk mengelola konfik dan memenangkan pertempuran. Menurut http://en.wikipedia.org , buku ini direkomendasikan sebagai bacaan bagi seluruh personal intelejen militer Amerika dan pegawai CIA. Isi buku tidak hanya menggariskan teori tentang peperangan, tetapi juga tentang diplomasi dan bagaimana menjaga hubungan dengan Negara lain sebagai unsur penting bagi sebuah Negara.
Refleksi Rohani
Jika Sun Tzu berbicara dalam konteks perang sungguhan dengan senjata, kita bisa mengambil ajarannya dalam konteks perang melawan godaan yang menghambat perkembangan jiwa kita. Coba kita ambil salah satu kutipan buku Sun Tzu yang disusun oleh Richard Pratama tersebut. “Mengelola yang banyak sama dengan mengelola yang sedikit. Ini adalah urusan pemisahan jumlah dan fungsi.”
Kutipan Sun Tzu di atas bisa memberikan inspirasi bagaimana kita menjaga hidup rohani sehari-hari. Kadang orang “berjanji” akan lebih banyak berdoa, beramal, dan melakukan kebaikan saat sudah pensiun ataupun beranjak tua. Saat ini tidak penting banyak melakukan hal-hal “rohani” dan “sosial”. Yang penting adalah mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan materi. Sikap ini sepertinya benar, karena kita sangat realistis atas hidup kita. Mencukupi materi juga merupakan salah satu ungkapan iman, yakni sebagai bentuk cinta kasih terhadap keluarga.
Photo credit: www.cultural-china.com