TALKSHOW memperbincangkan hal-lkhwal merawat kaum lansia di usia rentanya agar tetap sehat, mandiri, aktif dan produktif sudah usai. Acaranya secara formil telah digelar di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya, Kampus Pluit, Jakarta Utara, Kamis 26 September 2024 pekan lalu.
Namun, perbincangan tentang merancang “masa depan” usia lanjut tetap saja menarik. Juga sangat perlu dan bahkan wajib. Karena, hidup manusia dalam mengarungi perjalanan waktu sungguh merupakan sebuah keniscayaan hidup. Bagi dan untuk setiap orang. Tanpa kecuali.
Jadi, semua orang pasti akan mengalaminya. Tak bisa menolaknya.
Lantas, sebaiknya apa yang mesti dilakukan? Agar harapan di masa tua nanti, kita masih bisa tetap sehat, mandiri, aktif dan produktif?
Untuk mendapat pandangan holistik dari perspektif lmu kedokteran tentang hal tersebut, Sesawi.Net bertanya kepada Prof. Dr. dr. Yuda Turana Sp.N (K) dalam kapasitasnya sebagai dokter. Kebetulan juga, sekarang ini Prof. Yuda Turana menjabat Rektor Unika Atma Jaya dan sebelumnya Dekan FKIK Unika Atma Jaya.
Masa lansia menjadi atensi kita semua
Sebagai dokter ahli syaraf, isu dan perbincangan tentang masa depan lansia bagi Prof. Yuda Turana merupakan persoalan eksistensial dan penting. Maka, sudah seharusnya mendapat atensi kita semua. Di bawah ini argumen dan penjelasannya.
“Bicara tentang lansia itu,” papar Prof. Yuda Turana, “sungguh bukan lagi bicara tentang ‘mereka’. Tapi, ini kita bicara tentang kaum lansia yang merupakan persoalan ‘kita’ semua,” kata dokter spesialis ahli syaraf ini.
Mengapa demikian? Karena masa tua dan usia lanjut itu merupakan fase pungkasan kita sebelum kita nantinya mati.
“Jadi, menjadi lansia itu akan ‘menimpa’ kita semua. Dengan demikian, kalau kita bicara tentang masa depan kaum lansia, maka di gelaran talkshow yang barusan tadi adalah kita bicara tentang keberadaan kita.
Ini bukan sesuatu yang bisa diramalkan. Tapi, kita bicara tentang sesuatu yang sudah pasti akan terjadi pada kita semua. Jadi persoalan apa dan mengapa lansia harus sehat, mandiri, aktif dan produktif itu sudah selayaknya menjadi perhatian kita semua dan masing-masing kita ini,” demikian argumen logisnya.
“Menjadi tua itu sudah pasti. Kita semua akan mengalaminya. Pada waktunya nanti akan ‘tiba’ periode usia lanjut tersebut menimpa kita semua,” demikian Prof. Yuda Turana saat doorstop interpiu dengan Sesawi.Net usai gelaran talkshow Kamis pekan lalu.
Jumlah kaum lansia akan semakin banyak
Namun yang lebih menarik dan itu sebaiknya mendapat perhatian kita semua, lanjut Prof. Yuda, adalah prediksi ke depan bahwa nantinya jumlah kaum lansia itu akan semakin bertambah banyak.
“Sekarang ini, jumlah kaum lansia di Indonesia kurang lebih ada sebanyak 12% dari jumlah total penduduk. Nah, beberapa tahun ke depan, jumlahnya akan semakin ‘membengkak’ lagi. Bisa naik sampai 20 persen,” paparnya.
Mengapa data kenaikan jumlah lansia ini menjadi isu penting? Juga layak menjadi atensi kita semua dan terlebih juga para dokter, tenaga kesehatan, dan para mahasiswa kedokteran?
“Salah satu argumennya adalah karena ada tendensi umum di masyarakat sekarang seperti sekarang ini bahwa jumlah anak dalam setiap keluarga (modern) akan semakin berkurang. Makin banyak keluarga-keluarga muda -termasuk di Indonesia- ingin tidak punya anak banyak (tidak lagi seperti zaman dulu di mana ada semacam ‘keyakinan’ bahwa banyak anak, juga banyak rezeki’ –red.). Fakta ini mesti dicermati,” unggahnya.
Keterasingan jadi momok besar bagi kaum lansia
Lalu poin penting lainnya adalah besar kemungkinan bahwa di masa depan itu kaum lansia akan semakin “ditinggalkan” oleh lingkaran dekat; termasuk oleh anggota keluarganya sendiri.
“Makin banyak terjadi bahwa anak-anak muda modern -setelah menikah dan kemudian punya rumah sendiri- mereka tidak (mau) lagi tinggal serumah dengan orangtua mereka. Gaya hidup keluarga-keluarga muda tentu sudah sangat berbeda dengan pola hidup era orangtua mereka dulu.
Boleh jadi, lokasi rumah keluarga anak dan orangtuanya masih bisa dekat; hanya tetanggaan. Juga masih bisa ada di dalam satu blok kompleks perumahan. Atau masih dalam jangkauan satu kota.
Namun, ke depan, bisa jadi jarak keberadaan antara anak dengan orangtua mereka akan semakin jauh. Bisa lintas provinsi dan bahkan lintas negara. Itulah mengapa di masa depan, keberadaan kaum lansia itu akan semakin ‘terasing’ dari lingkaran dalam keluarganya sendiri,” papar Prof. Yuda Turana kepada Sesawi.Net.
Pesan pentingnya
Berkaitan dengan gelaran talkshow yang baru saja digelar di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unika Atma Jaya di Kampus Pluit pekan lalu yang juga dia hadiri dan telah dia ikuti dengan seksama adalah pesan penting berikut ini.
“Mau tidak mau, kita sekarang harus mendesain masa depan kita. Yakni, di saat usia lanjut nanti, masing-masing kita ini masih mampu hidup sehat, mandiri, dan syukur-syukur juga masih bisa aktif dan produktif; meski tidak sedinamis saat masih muda dulu,” tegasnya.
Lansia: fungsi dan cara kerja otak berbeda
Konkritnya begini, demikian uraian Prof. Yuda Turana Sp.N (K).
“Kita semua berharap bahwa nanti kalau kita sudah tua (dan terpaksa hidup jauh dari anak dan kerabat dekat –red.), kita berharap bahwa para tetangga di kanan-kiri rumah kita itu orangnya baik-baik semua. Suka menolong, toleran, dan suka menyapa,” demikian harapnya.
“Kalau kita bicara tentang lansia, maka itu sama artinya kita bicara dan peduli dengan (masa depan) kita sendiri. Dan tanpa sadar kita juga mau memikirkan ‘nasib’ orang lain,” urainya.
Menjadi perhatian kita, karena di masa lansia semua fungsi organ tubuh akan mengalami penurunan. Namun sebagai mahkluk sosial, kita semua masih membutuhkan ‘kehadiran’ orang lain dalam keseharian kita dan apalagi di masa lansia ‘keterasingan’ itu semakin menggigit keberadaan kita.
“Sebagai dokter spesialis ahli syaraf,” kata Prof. Yuda Turana, kita tahu bahwa entitas kita sebagai manusia -lantaran semua fungsi organ tubuh itu sudah mulai menurun- juga bisa berubah. Fungsi ginjal sejak lahir sampai kita tua tetap sama. Demikian pula, fungsi jantung dan paru-paru juga akan tetap sama,” paparnya.
“Namun, cara kerja dan fungsi otak manusia itu berbeda saat masih muda dan ketika sudah menjadi manula. Juga semua jenis penyakit yang berkaitan dengan syaraf dan otak – semua itu akan menjadikan kualitas hidup kita sebagai manusia akan ‘turun’. Kita akan mengalami masa di mana ketergantungan kita pada orang lain dan sesama itu sangat tinggi.
Merancang masa lansia sejak sebelum lahir
Pada konteks pemikiran inilah apa yang sedari tahun 2006 digagas oleh Bu Lidwina Maya Prajogo dari Yayasan Senior Efata Indonesia (YSEI) menjadi sangat relevan untuk dikerjakan dan ditindaklanjuti. Demikian tegas Prof. Yuda Turana kepada Sesawi.Net.
Problem lansia, demikian keyakinan Prof. Yuda Turana, itu bukan problem manusia secara individual atau kelompok. Melainkan, ini problem kita semua yang mengalami tingkat derajad kemanusiaan kita semakin menurun kualitasnya sebagai manusia.
“Karenanya, saya sangat sepakat munculnya kebutuhan dan upaya ingin membangun kesadaran bersama -dari yang masih muda belia sampai yang tua- bahwa menjadi tua di ujung akhir umur manusia itu sangat ditentukan oleh pola hidup kita saat masih muda belia,” jelasnya.
“Karenanya, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta sungguh senang bahwa di gelaran talkshow tadi, selain ada kaum lansia datang, juga ada banyak anak muda -di antaranya para mahasiswa kedokteran dan ilmu kesehatan- yang sangat atentif mengikuti paparan para narsum.
Harus disadari oleh semua pihak, start membangun program ‘merancang’ masa tua yang sehat, mandiri, dan aktif-produktif itu sebaiknya sudah dimulai sejak usia muda. Bukan di usia tua seperti umur kita-kita ini.
Bahkan saya pernah berani bilang (kepada para mahasiswa kedokteran –red.) bahwa kualitas masa lansia kita ini bukan ditentukan pada saat masih janin. Tetapi sejak sebelum kita dilahirkan. Oleh calon ibunda kita.
Jadi kalau kita bicara tentang lansia, maka tanggungjawab itu bukan terletak pada individu masing-masing. Juga bukan pada kelompok tertentu, melainkan tanggungjawab bersama: semua elemen masyarakat,” tegasnya.
Dengan demikian, keyakinan Prof. Yuda Turana sebagai dokter ahli spesialis syaraf, apa yang menjadi visi dan misi Yayasan Senior Efata Indonesia (YSEI) untuk semakin “memberdayakan” kaum lansia dengan menciptakan “komunitas sebaya” ini sudah selayaknya mendapat dukungan dari semua pihak. (Berlanjut)
Baca juga: Yayasan Senior Efata Indonesia: Eksitensi Kaum Lansia bersama Lingkungan Setempat (2)