Pesta St. Laurensius, Diakon dan Martir
Bacaan I: 2Kor. 9: 6-9
Injil: Yoh. 12: 24-26
SALAH satu kisah pewayangan menceritakan raja Negeri Astina yang bernama Prabu Duryudono mendapatkan wahyu dalam mimpinya bahwa kerajaannya akan memenangkan perang besar Bharatayuda dengan syarat Semar Bodroyono tinggal di negeri Astina. Oleh karena itu, Prabu Duryudono mengutus Patih Sengkuni dan Begawan Durno untuk membujuk Semar agar mau tinggal di Negeri Astina.
Maka pergilah kedua utusan penting itu ke Padepokan Karang Tumaritis untuk menemui Semar. Sesampainya di Karang Tumaritis kedua utusan itu menyampaikan maksud kedatangannya untuk memboyong Ki Lurah Semar ke Negeri Astina.
Akan tetapi, Ki Lurah Semar keberatan untuk meninggalkan Negeri Amarta tempat dia mengabdi. Meski begitu Begawan Durno tetap berusaha membujuknya.
BD (Begawan Durno): Kakang Semar, kamu pasti tahu bahwa Negeri Astina adalah negeri yang kaya raya. Prabu Duryodono adalah raja besar dengan banyak negeri jajahan. Maka kalau kamu mau tinggal di negeri Astina, hidupmu akan lebih terjamin.
S (Semar): Weeeeh Sen, jangan dikira kalau hidup saya tidak terjamin.
BD: Bagaimana mungkin kamu mengatakan hidup terjamin, nyatanya dari dulu sampai sekarang hidupmu tidak berubah, tetap miskin dan pangkat derajatmu juga tidak berubah tetap jadi pelayan.
S: Den, hidup saya jangan dinilai dari apa yang kelihatan, tapi apa yang saya rasakan itu lebih penting. Apa yang kelihatan saya tetap miskin dari dulu sampai sekarang dan pangkat derajat saya tetap pelayan, tetapi saya bahagia.
BD: Oalah kalau dirimu miskin saja bahagia bagaimana kalau kamu jadi kaya dan pangkat derajatmu jadi lebih tinggi, kamu pasti akan lebih kaya. Selama kamu ikut Pandawa, nasibmu tidak akan pernah berubah. Mereka saja tidak punya apa-apa mana mungkin bisa membuat dirimu menjadi kaya, dan menjamin hidupmu. Berbeda dengan Astina, Kakang.
S: Weeeeeh Den, saya itu pelayan, pelayan para Pandawa, maka hidup mati saya, sudah saya serahkan kepada para junjungan saya itu. Kemana pun dan dalam keadaan apapun saya ikut beliau-beliau itu. Ketika mereka di hutan, menderita sengsara banyak kesulitan, saya ikut ada bersama beliu-beliau; dan sekarang ketika mereka sudah damai dan mapan saya juga ikut.
Den, menjadi pelayan para Pandawa adalah pilihan hidup saya. Maka kebahagiaan saya bukan karena saya mendapatkan kekayaan atau pangkat derajat, bukan Den. Kebahagiaan saya itu karena saya diperbolehkan ikut dan dekat dengan para junjungan saya.
Den, karena pilihan saya itu, maka saya berjuang untuk selalu diperkenankan ikut dan dekat dengan para junjungan. Saya tidak silau dengan emas picis raja brana (harta kekayaan) dan pangkat derajat. Itu semua sudah saya jauhkan dari diri saya.
Maka Den, saya tidak pernah akan meninggalkan para Pandawa, meski nyawa yang menjadi taruhannya.
Belajar dari kisah pewayangan di atas, kiranya membantu untuk memahami sabda Tuhan sejauh diwartakan Yohanes: “Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikuti Aku, dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada.”
Hal mendasar yang dikatakan Semar yang memilih hidup sebagai pelayan adalah meletakkan kebahagiaan bukan pada jaminan dan kenyamanan hidup tetapi meletakkan kebahagiaan pada perkenanan untuk selalu mengikuti dan berada dekat dengan junjungannya.
Aku yang telah memilih untuk menjadi pelayan-Nya, di mana aku meletakkan kebahagiaanku?