Bacaan I: Why. 4: 1-11
Injil: Luk. 19: 11-28
BENGKEL mobil itu selalu penuh dengan mobil-mobil yang mengantri untuk diperbaiki, meski bengkel itu tidak ada papan namanya. Bengkel ini lebih banyak diisi dengan mobil-mobil yang mengalami kerusakan yang umumnya cukup parah.
Maka tidak heran yang mengantri di bengkel itu bukan mobil-mobil mewah dan bagus tetapi mobil-mobil niaga, seperti angkot, truk dan bus-bus.
Mbah Bengkel, begitu saya biasa memanggilnya. Setiap hari Mbah Bengkel, yang sudah sepuh itu, selalu berlumuran dengan oli dan kotoran dari kerjaannya memperbaiki mobil. Beliau selalu dibantu oleh dua orang karyawan.
Mbah Bengkel amat dikenal sebagai montir yang ahli memperbaiki semua jenis kendaraan. Jadi tidak heran kalau banyak kendaraan yang selalu mengantri untuk mendapatkan sentuhan tangannya.
Mbah Bengkel pernah berkisah, bahwa dirinya bukanlah anak sekolahan, apalagi lulusan sekolah teknik. Zaman dulu, begitu beliau berkisah, karena keadaan, beliau tidak mungkin untuk sekolah.
Ia bekerja menjadi kernet truk di sebuah perusahaan angkutan. Di tempat kerjanya truk-truk yang tua selalu dihindari oleh kernet-kernet yang ada, karena truk-truk itu banyak “rewelnya”.
Dan entah bagaimana truk yang paling jelek dan banyak rewel selalu diserahkan ke Mbah Bengkel untuk menjadi kernetnya.
Alih-alih marah dan sedih, Mbah Bengkel senang mendapatkan truk tua yang sering rewel. Beliau berpandangan kalau mendapatkan truk-truk yang sering rewel maka dirinya akan banyak belajar tentang mesin-mesin kendaraan.
Dan itu yang terjadi, semakin hari Mbah Bengkel semakin mahir memperbaiki kendaraan hingga kemudian mendapat julukan “dukun” mesin, karena kendaraan-kendaraan yang “bobrok” mesinnya, ditangani Mbah Bengkel akan menjadi baik kembali.
Mbah Bengkel menuturkan banyak teman sesama kernet zaman dahulu menyesal mengapa tidak bersikap seperti beliau dengan gembira menjadi kernet truk-truk yang banyak rewel sehingga bisa menjadi “dukun” mesin.
Sikap yang ditunjukkan Mbah Bengkel, melihat beban sebagai kesempatan untuk belajar menjadikan beliau mendapatkan anugerah besar sebagai “dukun” mesin.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan St. Lukas sikap hamba-hamba yang menerima mina, dan memandang sebagai kepercayaan dari Tuannya maka mereka mengembangkan dan menghasilkan buah.
Mereka memandang Tuannya sebagai sosok yang mempercayai dan memberi kesempatan, bukan sebagai sosok yang mengancam dan menakutkan. “Aku berkata kepadamu, setiap orang yang mempunyai, ia akan diberi; tetapi siapa yang tidak mempunyai, daripadanya akan diambil, juga apa yang ada padanya.”
Bagaimana aku memandang beban dalam hidupku?