Home BERITA Renungan Harian 26 Desember 2020: Status Quo

Renungan Harian 26 Desember 2020: Status Quo

0
Ilustrasi - Ojek Online (Ist)


Pesta St. Stefanus Martir Pertama
Bacaan I: Kis. 6: 8-10; 7: 54-59
Injil: Mat. 10: 17-22
 
BEBERAPA waktu yang lalu, ketika awal-awal kemunculan ojek online, banyak terjadi keributan antara pengemudi ojek “pangkalan” dan ojek online.

Para pengemudi ojek online menjadi sasaran kemarahan dari para pengemudi ojek “pangkalan”. Bahkan di banyak jalan, maupun jalan di perumahan, ada tulisan yang menyatakan ojek online dilarang masuk.

Sementara para pengguna jasa lebih banyak yang memilih ojek online karena adanya berbagai kemudahan dan tarif yang sudah pasti.
 
Apa yang terjadi sebenarnya adalah masalah pendapatan. Munculnya ojek online menjadikan para pengguna jasa ojek, yang pada awalnya tidak ada pilihan selain ojek “pangkalan” sekarang ada pilihan lain.

Pada masanya para pengemudi ojek “pangkalan” sering mengenakan tarif yang cukup mahal karena bagi konsumen tidak ada pilihan.
 
Kehadiran ojek online dengan segala fasilitas yang memudahkan konsumen mengusik keberadaan ojek “pangkalan” yang sudah lama ada.

Satu sisi mereka masih ingin menikmati “fasilitas” sebagai pengemudi ojek pangkalan seperti dulu, di sisi lain mereka belum siap untuk masuk ke dalam sistem ojek online.

Sulit untuk mendamaikan karena kehadiran ojek online sudah pasti mengurangi pendapatan ojek pangkalan.

Satu-satunya jalan adalah menolak kehadiran ojek online, agar kenyamanan ojek “pangkalan” tidak diusik.
 
Segala bentuk pembaharuan, atau sesuatu yang baru, seringkali mengusik tatanan yang sudah lama ada, atau bahkan sudah baku.

Kiranya hal yang sama dihadapi oleh Stefanus. Dia sebagai pengikut Kristus yang membawa pembaharuan kehidupan beragama, menjadi musuh dari pengikut agama Yahudi.

Bagi para pengikut agama Yahudi, para pengikut Kristus adalah kelompok sesat, yang berbahaya bagi agama Yahudi dan pengikutnya.

Bagi pengikut agama Yahudi, para pengikut Kristus harus “ditobatkan” agar kembali ke agama Yahudi dan kalau tidak mau maka darahnya halal.

Maka Stefanus dibunuh.
 
Dalam skala yang kecil betapa sering aku menghakimi orang lain sebagai pihak yang salah dan sesat manakala tidak sejalan dengan aku.

Betapa mudah pula dalam diriku keinginan menyingkirkan orang-orang yang tidak sejalan dengan aku. Aku tidak berani melihat sesuatu sisi baik di luar aku, aku terkungkung dengan pikiran dan pandanganku.

Sehingga penghakimanku bisa menjadi amat kejam karena hanya berdasarkan hukumku yang kucipta dan kupercayai.
 
Akankah aku berani membongkar kemapanan dan kenyamananku untuk melihat sesuatu yang lebih baik di luar diriku?
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version