Bacaan I: 1Yoh. 3: 22-4: 6
Injil: Mat. 4: 12-17. 23-25
PADA suatu ketika, ada seorang bapak datang menemui saya setelah perayaan ekaristi. Bapak itu dan keluarga merupakan warga baru di paroki kami.
Bapak itu mengatakan:
“Romo, saya merasakan dalam doa-doa saya, saya didorong untuk membantu keluarga-keluarga di paroki ini.”
“Bapak akan membantu dalam bentuk apa?,” tanya saya.
“Romo, saya tahu bahwa keluarga-keluarga di paroki ini punya banyak persoalan keluarga dan saya mau membantu menyelesaikan persoalan-persoalan mereka,” bapak itu menjawab.
“Maaf Pak, bagaimana bapak tahu bahwa keluarga-keluarga di paroki ini punya banyak persoalan, dan bagaimana bapak menyelesaikan persoalan-persoalan keluarga di sini,” tanyaku memperjelas.
“Romo, saya tahu lewat doa saya. Dan apa yang akan saya lakukan adalah mengunjungi keluarga-keluarga di sini dan bertanya punya masalah apa kemudian nanti saya akan memberi konseling,” jawabnya dengan mantap.
“Romo, saya ikut organisasi Gereja Katolik yang membantu keluarga-keluarga bermasalah. Ini saya mendapat surat tugas dari romo moderator kami,” tambahnya.
“Nah, romo, saya minta surat tugas dari romo, kalau perlu tolong romo mengumumkan bahwa saya mendapatkan mandat dari romo untuk membantu keluarga-keluarga bermasalah,” kata bapak itu dengan penuh semangat.
“Bapak, maaf, saya akan mempertimbangkan lebih dahulu, minggu depan saya beri jawabannya, “ jawab saya.
“Wah, romo minggu depan akan terlambat, roh kudus mendorong saya agar sesegera mungkin,” bapak itu menegaskan.
“Bapak, roh kudus juga mengatakan pada saya agar saya mempertimbangkan terlebih dahulu,” jawab saya.
Setelah bapak itu pulang, beberapa umat datang mengeluh bahwa mereka merasa risi dan aneh dengan bapak itu; karena bapak itu datang ke rumah mereka dan bertanya punya masalah keluarga apa, dan bapak itu mau membantu memberikan konseling.
Beberapa umat meminta saya untuk menegur bapak itu.
Hari berikutnya bapak itu datang ke pastoran untuk minta surat mandat dari saya.
Saya bertanya: “Bapak, apakah bapak selama ini pernah mengunjungi umat di sini atau di tempat bapak sebelumnya?”
“Pernah romo, tetapi mereka tidak mau terbuka, dan bahkan sering saya ditolak. Dalam kunjungan itu saya sering jadi emosi romo. Saya agak marah, karena mereka tidak mau terbuka padahal saya tahu mereka punya masalah. Karena saya agak emosi membuat hubungan saya dengan mereka jadi tidak baik romo,” bapak itu menjawab
“Bapak, pertama mari kita lihat dengan jernih, apakah yang mendorong bapak itu roh baik atau roh jahat. Salah satu ciri bahwa dorongan itu datang dari roh baik yaitu apabila dorongan itu membuat bapak menjadi damai, penuh cinta dan berkobar-kobar dalam bertindak.”
“Dan yang lebih penting tindakan dan kata-kata bapak juga membuat orang lain damai dan bahagia. Kalau datang dari roh jahat cirinya adalah dorongan itu membuat resah, tidak damai, membuat emosi mudah tersulut dan tindakan serta kata-kataku lebih mudah melukai orang lain, menjadikan orang lain tidak damai dan bahkan menimbulkan perpecahan,” kata saya.
“Romo, tidak mungkin roh jahat mendorong saya untuk berbuat baik dan melakukan pelayanan,” bapak itu menjawab.
“Bapak, roh jahat tidak selalu tampil sebagai roh jahat yang mendorong pada kejahatan. Tetapi roh jahat bisa berwajah malaikat, pada awalnya mendorong pada hal-hal yang baik dan luhur tetapi nanti akan ketahuan ujungnya membawa pada hal-hal yang tidak baik. Maka setiap dorongan dalam diri kita harus kita teliti apakah dorongan itu datang dari roh baik atau dari roh jahat” jawabku.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam surat Yohanes yang pertama:
“Saudara-saudaraku terkasih, janganlah setiap roh kamu percayai, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah kehendak dalam diriku untuk meneliti dorongan dalam diri apakah datang dari roh baik atau datang dari roh jahat?