Home BERITA Renungan Harian 8 Desember 2020: Hati Ibu

Renungan Harian 8 Desember 2020: Hati Ibu

0
Ilustrasi- Hati Seorang Ibu. (Ist)


Hari Raya S.P. Maria Dikandung Tanpa Noda
Bacaan I: Kej. 3: 9-15. 20
Bacaan II: Ef. 1: 3-6. 11-12
Injil: Luk. 1: 26-38
 
MALAM itu, saya diundang untuk merayakan ekaristi mengenang seorang ibu yang 1.000 hari lalu dipanggil Tuhan.

Saya merasa amat mengenal dengan almarhum ibu itu, meski kalau dihitung berapa kali saya berjumpa dan ngobrol dengan ibu itu rasanya tidak lebih dari lima kali.
 
Masih nyata dalam ingatan saya ketika bertemu dan berkenalan dengan ibu itu. Seorang ibu yang sederhana, halus dan ramah.

Ibu yang selalu menghiasi wajahnya dengan senyum. Pada perjumpaan itu, ibu menunjukkan kebahagiaan dan kebanggaan akan perkembangan putra-putrinya yang hebat.

Nampak jelas rasa syukur atas berkat bagi keluarganya.
 
Perjumpaan-perjumpaan berikutnya, saya bertemu dengan beliau di saat-saat sulit dalam kehidupannya. Satu persatu kebanggaan dan syukurnya seolah-olah dilucuti dari hidupnya.

Saya membayangkan betapa hancur hati ibu itu, dan mungkin bingung mencari tempat untuk menyembunyikan wajahnya.

Namun dalam perjumpaan-perjumpaan itu, senyum tetap menghiasi wajah meski nampak gurat-gurat kesedihan yang sulit untuk disembunyikan.
 
Pada perjumpaan yang terakhir di saat paling berat dalam hidupnya (menurut saya) saya memberanikan diri untuk bertanya: “Ibu, maaf, bagaimana ibu masih bisa selalu tersenyum?”

“Romo, hidup saya itu untuk keluarga saya. Maka saya berusaha entah dengan cara apa agar keluarga saya tetap hidup. “Urip iku urup” hidup itu harus menyala. Peristiwa yang terjadi menjadikan hidup seolah padam, saya selalu mengatakan kepada diri saya sendiri, seberat apa pun beban dari peristiwa yang kami alami tidak boleh membuat hidup menjadi padam.

Saya berjuang untuk mengambil kesedihan, penderitaan, kekecewaan mereka dengan selalu memeluk mereka dan membombong mereka serta menunjukkan bahwa saya, ibumu tidak malu dan tidak pernah menyembunyikan wajah ibu dari siapa pun.

Dengan kegagalan dan apapun tidak berarti kalian tidak berguna, justru dengan kegagalan itu kalian akan lebih berguna dan menjadi berkat bagi banyak orang,” ibu itu menjawab.
 
Pada malam itu saya mengatakan dalam kotbah saya:

“Seandainya bisa membuka hati ibu, kiranya kita akan menemukan “guratan luka sebagai jejak cinta yang menyembuhkan dan menghidupkan keluarga”.

Betapa dalam dan luas hati seorang ibu, yang bisa menampung segala luka dan derita seluruh keluarganya.

Betapa “sejuk air jernih danau hati ibu” yang selalu membasuh setiap luka keluarganya. Atau mungkin kita tidak menemukan hatinya lagi karena hatinya sudah habis diberikan kepada keluarganya.
 
Dia dalam diam mengenal semuanya; dalam diam mengerti semuanya dan dalam diam memberikan kekuatan untuk hidup yang lebih baik dan lebih hebat.

Itulah ibu.

Perempuan itu disebut dan dipanggil ibu karena ia memberi dan mengalirkan kehidupan. Ibu adalah anugerah terbesar dalam hidup keluarga.”
 
Sebagaimana sabda Tuhan sejauh terungkap dalam Kitab Kejadian: “Manusia itu memberi nama Hawa kepada istrinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.”
 
Adakah aku merasakan ibuku sebagai anugerah besar dalam hidupku?
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version