Renungan Harian
Selasa, 1 Juni 2021
PW. St. Yustinus Martir
Bacaan I: Tob. 2: 10-23
Injil: Mrk. 12: 13-17
SUATU sore, saya kedatangan tamu seorang ibu. Ia ingin berbicara dengan pastor. Ketika saya menemui ibu tersebut, ia langsung memperkenalkan diri bahwa dia adalah salah satu umat di paroki tempat saya menjalani pengutusan.
“Romo, saya ingin bercerai dengan suami saya. Saya mohon petunjuk langkah-langkah apa yang harus saya ambil untuk mengurus perceraian ini,” ibu itu bertanya.
Pertanyaan ibu itu membuat saya terkejut dan berpikir kenapa bertanya tentang langkah-langkah untuk bercerai.
“Ibu, Gereja Katolik tidak mengenal perceraian. Jadi saya tidak bisa memberi saran tentang langkah-langkah untuk mengurus perceraian. Perkawinan Katolik itu sekali seumur hidup. Sebenarnya kalau boleh tahu, ada masalah apa sehingga ibu memutuskan untuk bercerai,” jawab saya.
“Romo, saya sudah tidak tahan lagi dengan sikap dan perlakuan suami ke saya. Saya amat mencintai suami saya. Tetapi saya sudah tidak tahan lagi dengan sikapnya. Romo, saya tahu bahwa perkawinan Katolik itu sekali seumur hidup; dan itu pula yang membuat saya bertahan sampai sekarang.
Romo, kami sudah 20 tahun menjalani hidup perkawinan. Kami telah dikarunia dua orang anak. Romo, sejak anak kedua kami lahir, suami saya hidupnya menjadi tidak karuan. Dia semakin sering pulang larut malam, bahkan tidak pulang.
Sebelumnya, semua gaji selalu diberikan ke saya. Sejak saat itu tidak lagi, dia hanya memberikan separo; bahkan semakin ke sini sama sekali tidak memberikan gajinya.
Saya tahu dari teman-temannya bahwa suami saya selingkuh sana sini. Tetapi setiap kali saya tanya selalu mengatakan tidak, dan kalau saya tanya gajinya, dia bilang lupa untuk apa. Jawaban itu selalu dengan marah.
Saya diam, Romo, saya berjuang untuk bertahan karena sudah berjanji di hadapan Tuhan. Sejak suami semakin sedikit memberikan gajinya, saya mulai buka warung makan kecil-kecilan di depan rumah.
Puji Tuhan romo, warung semakin berkembang, sehingga hasilnya dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Romo, sejak lima tahun lalu suami saya terkena stroke cukup parah, sehingga sekarang lebih banyak tidur atau duduk. Karena sulit untuk bergerak, semua harus dibantu.
Romo, setiap hari saya melayani dia, mulai dari mandi sampai apa pun saya membantu, bahkan untuk makan pun harus disuapi.
Saya tidak apa-apa romo, karena itu suami saya. Tetapi semakin lama suami sering marah-marah, dan kata-katanya amat kasar.
Dia selalu mencurigai saya bahwa saya selingkuh dengan orang-orang yang datang makan di warung kami. Padahal dia setiap hari melihat saya tidak pernah ke luar rumah.
Kalau saya di warung pun suami juga tahu, sering saya ajak dengan kursi roda. Tetapi semakin hari, kata-katanya semakin kasar dan perlakuannya amat menyakitkan Romo.
Itu yang membuat saya tidak tahan, saya sudah berjuang tetapi tidak kuat Romo,” Ibu itu menjelaskan.
Dua hari kemudian saya mengunjungi rumahnya dan berbicara dengan bapak itu.
Saya mengajak bapak itu berbicara dan saya mendengarkan keluhannya. Bapak itu menjadi sulit percaya dengan isterinya. Bukan karena isterinya tidak dapat dipercaya; tetapi sumbernya justru perilakunya sendiri di masa lalu yang sering meninggalkan istrinya.
Dalam situasi yang amat terbatas karena kesehatannya, pemberontakan atas keterbatasannya dilampiaskan kepada isterinya.
Kebencian akan kelemahannya di masa lalu ditimpakan kepada isterinya seolah-olah kelemahannya ada pada isterinya.
Ketika saya katakan bahwa istrinya berkeinginan meninggalkan dirinya, bapak itu menangis luar biasa. Juga mohon-mohon kepada isterinya agar tetap tinggal dengan dirinya dan berjanji untuk berubah dan nurut.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Tobit, keterbatasan dan kelemahan seringkali membuat kontrol diri menjadi lemah, sehingga lebih mudah melampiaskan emosinya.
“Karena perkara itu, aku sangat malu karena isteriku. Tetapi dia membantah, katanya: ‘Apa gunanya kebajikanmu? Apa faedahnya semua amal mu itu? Lihat saja apa gunanya bagimu.’“
Bagaimana dengan aku?
Adakah aku punya kemampuan untuk mengontrol diriku sendiri?