BAPERAN alias BAcaan PERmenungan hariAN
Sabtu, 29 Mei 2021
- Sir 51: 12-20.
- Mrk. 11: 27-33.
KEKUASAAN, kedudukan, jabatan itu untuk mengabdi bukan selera pribadi, apalagi menguasai.
Sudah lama disadari dan dipahami pemaknaan posisi manusia di dunia. Dia dimengerti tidak lagi menguasai dunia, tetapi memelihara dunia. Bdk Kej 1: 28.
Dunia bukan lagi objek pemuasan, penguasaan, kerakusan dan ketamakan. Tetapi, rumah bagi semua.
Dalam kebersamaan hidup itulah dikembangkan banyak peran dan fungsi yang saling terkait dan mendukung satu sama lain.
Lewat etika, pengaturan-pengaturan dimungkinkanlah kebersamaan hidup itu berkembang.
Sirakh menasehati demikian.
“Ketika aku masih muda dan sebelum mengadakan perjalananku, maka kebijaksanaan telah kucari dengan sungguh dalam sembahyangku. Aku berniat melakukannya, dengan rajin kucari apa yang baik dan aku tidak dikecewakan. Hatiku memperjuangkan kebijaksanaan, dan dengan teliti kulaksanakan hukum Taurat. Tanganku telah kuangkat ke surga, dan aku menyesal karena kurang tahu akan Dia.” ay 13, 18-19.
Kemudahan berkomunikasi dapat memajukan dan mengembangkan kemanusiaan dalam bidang ilmu dan pendidikan, komunitas dan kesehatan, ekonomi dan kesejahteraan, meningkat.
Tetapi ada hal-hal yang memprihatinkan.
Selain pendemi Covid-19, hati manusia masih tercekam rasa takut dan putus asa.
Kegembiraan hidup semakin terasa sulit, penghargaan akan martabat sesama berkurang, kekerasan meningkat, ketimpangan semakin dirasa, belum lagi ada gejala munculnya kuasa-kuasa baru yang sering tak ternama.
Pergilah
“Mas mohon maaf. Mau tanya. Di mana rumah Pak Yono, yang jadi guru SD?,” tanyaku sekali waktu di perjalanan mau kunjungan pastoral.
“Oh. Ya. Itu di sana. Kira-kira 200 meter dari sini belok ke kanan, di ujung sawah belok kanan, terus lagi, kira-kira 50 meter, itulah rumahnya. Sudah dekat kok. Satu-satunya rumah kayu, berpagar tanaman,” jawab orang di jalan.
Saya senang, dengan mudah bisa menemukan rumah itu.
Kejujuran menunjukkan arah membantu saya.
“Pak, maaf, inikah rumah Pak Yono, guru? Saya frater,” kataku menyapa.
“Betul, saya sendiri. Oh, monggo frater, monggo. Mlebet mawon, Ter,” jawab Pak Yono.
Suasana pun menjadi akrab dan kami seperti sudah saling kenal.
“Sibuk ya Pak? Sedang ada acarakah?,” tanyaku kepo.
“Nggak kok Romo. Ini masyarakat di sekitar sini sedang mengumpulkan hasil panen. Saya bantu menjualkan dengan harga yang lebih tinggi daripada dibeli oleh tengkulak. Hanya sekali dalam sepekan kok.
Hasil penjualan kami belikan bahan-bahan keperluan rumah tangga, seperti minyak, kecap, mie, garam, bawang putih, bawang merah, ikan asin, dan yang dibutuhkan komunitas kami.
Keuntungan 50% dibagi rata dan yang lain ditabung dan pada akhir tahun dibagikan lagi semua.
Yah beginilah hidup kami di desa, Ter. Transportasi masih terbatas. Kebetulan saya punya mobil bak terbuka,” jelas Pak Yono, guru yang kucari.
“Sudah berapa lama jalani usaha ini?”
“Adalah 15 tahun, Ter. Kami sudah saling mengenal. Anak-anak mereka itu juga menjadi murid-murid saya. Kami di sini rukun, kendati saya satu-satunya yang Katolik. Tidak ada masalah. Bahkan saya dianggap sebagai sesepuh. Kalau ada acara atau hajatan apa pun, saya pasti diundang. Malah sering diminta memberi sambutan. Rumah saya terbuka untuk anak-anak belajar tambahan,” jelasnya.
Di balik sikap sederhana ini, Pak Yono menjalani fungsinya sebagai kepala SDN.
Ia melayani dan berjalan bersama masyarakat, bersama meningkatkan ekonomi mikro, dan mengupayakan anak-anak tetap sekolah.
Sebuah komunitas kecil yang berkomitmen.
Berbagi hidup dan keprihatinan.
Saya lalu ingat akan kata-kata ini.
“Bila setiap orang ingin menjadi pembawa kebenaran subjektifnya sendiri, maka akan sulit bagi yang lain mau berperan dalam kebersamaan yang melampaui minat dan kepentingan pribadi.”
Kata Yesus,” Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah aku melakukan hal-hal itu.” ay 33b.
Yesus Tuhan, mampukan kami melayani-Mu di mana Engkau ingin disamakan dalam diri sesama. Amin.
Salam sehat dan semangat
Tuhan memberkati.
Berkah Dalem.