Home BERITA Renungan – Mudik

Renungan – Mudik

0
Ilustrasi - Mudik

Renungan Harian
Rabu, 3 Juni 2021
PW. St. Karolus Lwanga dan teman-teman martir
 
Bacaan I: Tob. 6: 10-11; 7: 1. 6. 8-13. 5-9
Injil: Mrk. 12: 28b-34

SUATU ketika saya membeli kacang rebus yang dijual oleh seorang ibu yang sudah sepuh. Ibu itu meletakkan gendongannya dan melayani saya.

membeli saya ngobrol dengan ibu sepuh penjual kacang rebus itu.

Ia bercerita bahwa beliau berasal dari suatu desa di Sumedang. Ia merantau ke kota dengan berjualan kacang, menurutnya mumpung masih kuat.

Ibu itu mempunya empat orang anak semua laki-laki yang telah memberi cucu delapan. Keempat anaknya semua tinggal di Jakarta, karena bekerja di sana.
 
“Nek, nanti lebaran nenek pulang ke kampung?,” tanya saya.

“Harus, nenek harus pulang ke kampung. Biar bisa kumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga di kampung,” jawabnya.

“Wah ramai ya nek, anak-anak dan cucu-cucu juga pulang ya?”, tanyaku lagi.

“Itulah nak, yang bikin nenek sedih. Katanya sekarang ini, mudik dilarang ya, anak-anak juga sudah pada ngomong. Kemungkinan tidak bisa pulang, karena takut nanti tidak bisa kembali ke tempat kerja lagi. Betul begitu ya nak, memang ada larangan?” kata nenek itu.

“Betul nek, pemerintah menjaga agar penyakit corona tidak semakin menyebar,” jawabku.

“Tahun lalu mereka sudah tidak pulang. Tahun ini dilarang, kapan mereka bisa pulang,” keluh nenek itu.

“Nek, kata orang yang guyon, tidak mudik tidak apa-apa yang penting kirimannya sampai rumah. Dan juga kalau anak-anak tidak mudik, ayam di rumah tetap utuh,” kataku.

“Wah, itu kata siapa nak? Nak, jangan pernah berpikir seperti itu, dosa nak. Kebahagiaan orangtua ketemu anak, mantu dan cucu itu tidak bisa ditukar dengan harta apa pun. Jangan dikira orangtua lebih bahagia dengan kiriman, atau kiriman bisa menggantikan kedatangan mereka.

Bagi nenek, ketemu anak, mantu dan cucu itu harta yang luar biasa. Nak, kalau orang tua kehilangan ayam, jangankan cuma ayam, apa pun akan orangtua berikan dan sediakan untuk kebahagiaan anak, mantu dan cucu.

Kebahagiaan orangtua kedatangan anak, mantu dan cucu jauh lebih berharga dari pada kehilangan ayam. Wah nak, jangan pernah berpikir seperti itu ya,” jawab nenek itu seperti menasehati.

“Maaf nek, itu guyon,” kataku.

“Wah, guyon pun jangan ya nak,” nenek itu menegaskan.
 
Cinta orangtua kepada anak. Jebahagiaan bertemu dengan anak tidak bisa diganti dengan harta sebesar apa pun sebagaimana nasehat nenek.

Pengalaman seorang ibu yang baik sebagaimana nenek itu menunjukkan betapa besar nilai cinta dan kebahagiaan karena cinta yang tidak bisa diukur dengan harta.
 
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini, cinta pada Allah dan sesama tidak bisa digantikan dengan korban-korban persembahan apa pun.

“Memang mengasihi Dia dengan segenap hati, dengan segenap pengertian, dan dengan segenap kekuatan serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, jauh lebih utama dari pada semua kurban bakar dan persembahan.”
 
Bagaimana dengan aku?

Bagaimana aku mengungkapkan dan mewujudkan cintaku pada Allah dan sesamaku?
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version