Home BERITA Ringan Tangan

Ringan Tangan

0
Ilustrasi - Kerja bersama.

Renungan Harian
Senin, 9 Agustus 2021
Bacaan I: Ul. 10: 12-22
Injil: Mat. 17: 22-27
 
PASANGAN suami isteri itu kelihatan amat sibuk. Mereka bukan hanya mengatur orang-orang yang bekerja di hajatan itu. Tetapi mereka juga ikut bekerja bersama dengan semua orang yang membantu di situ.

Meski sudah tidak muda lagi, bapak ibu itu masih cekatan dan sigap dalam mengerjakan banyak hal.

Mereka nampak amat berpengalaman dalam mempersiapkan hajatan itu, sehingga dapat mengatur semuanya dengan baik.
 
Awalnya, saya menduga bahwa bapak ibu itu adalah saudara dekat dari keluarga pengantin itu. Ternyata dugaan saya salah.

Bapak ibu itu hanyalah kenalan dari keluarga pengantin itu.

Wah, luar bisa pikirku. Meski tidak ada hubungan saudara tetapi membantu dengan luar biasa.
 
Pada kesempatan lain, ketika ada warga yang meninggal, pasangan suami istri itu juga terlihat sibuk membantu keluarga yang berduka.

Bahkan ibu itu rela bersama dengan beberapa ibu mencari bunga ke tetangga-tetangga untuk kepentingan kedukaan itu.

Ibu itu merajang daun pandan dan merangkai bunga yang didapatkannya.

Sedang bapak itu mengkoordinir memandikan jenazah dan mendandani jenazah.

Kembali aku kagum dibuatnya.
 
Dalam banyak kesempatan, pasangan suami istri itu selalu hadir dalam kerepotan tetangga maupun umat di paroki. Setiap ada kerepotan  paroki dan tetangga dapat dipastikan bahwa pasangan suami istri selalu hadir dan terlibat.

Ketika ada kesempatan untuk ngobrol dengan pasangan suami istri itu, saya ungkapkan kekaguman saya pada pasangan itu. “Ah romo, tidak ada yang luar biasa, saya hanya bisa membantu orang lain dengan cara ini,” jawab ibu itu merendah.

“Bapak, ibu kok dengan rela dan dengan mudah menolong banyak orang itu, resepnya apa?” tanya saya.
 
“Romo, kami melakukan semua itu sebagai ungkapan syukur kami. Kami di sini kan merantau Romo, jadi awal-awal kami adalah orang asing.

Tetapi dalam perjalanan kami diterima sebagai warga di sini. Bahkan di awal-awal banyak tetangga yang menyapa, yang membantu menunjukkan dan mengarahkan kami, karena kami “buta” dengan daerah ini.

Kami merasa diterima dan dicintai oleh warga di sini, sehingga mereka sudah seperti saudara bagi kami.

Maka, kalau romo melihat kami luar biasa, sebenarnya warga di sini yang luar biasa.
 
Kami juga memberi teladan ke anak-anak kami. Kalau kita mau bersaudara dengan banyak orang maka banyak orang menjadi saudara, tetapi kalau kita tidak mau bersaudara maka kita tidak punya saudara.

Kalau kamu ingin dicintai dan dihormati orang lain, maka hormati dan cintai orang lain. Demikian romo,” ibu itu menjelaskan.
 
Kiranya keluarga ini menghayati sabda Tuhan “kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”.

Apa yang kamu harapkan orang lain terhadap dirimu maka lakukanlah lebih dahulu. Penghayatan yang luar biasa sehingga membentuk hati yang tulus dan murah hati.

Sabda Tuhan bukan hanya dimengerti tetapi hidup dalam diri mereka dan membentuk hati yang lembut.

Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Ulangan: “Sebab itu sunatlah hatimu dan jangan lagi bertegar hati.”
 
Bagaimana dengan aku?

Apakah sabda Tuhan yang kudengar dan ku mengerti membentuk hatiku menjadi hati yang penuh kasih?
 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version