Pengantar
Artikel ini terinspirasi oleh homili singkat Romo Jimmy Balubun MSC di kapel Keuskupan Amboina dalam misa pagi, Rabu 29 Mei 2024 kemarin.
Pergumulan para murid perdana
Keinginan untuk semakin terkenal, punya kedudukan, uang dan harta sepertinya sudah menjadi sikap dasar manusia. Maka tak dipungkiri kecenderungan itu pun menjerat para murid perdana atau para rasul. Seperti terjadi dalam kasus Yudas Iskariot yang terkena skandal uang, Petrus yang ingin mendapatkan imbalan dari kemuridannya, serta keinginan Yakobus dan Yohanes untuk berkuasa dan dihormati.
Romo Jimmy Balubun MSC menyebut dalam homili singkatnya sebagai berikut.
Kemarin Petrus bertanya kepada Yesus: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Engkau, lalu apa yang kami terima sebagai imbalan?” (Mk 8: 31).
Hari ini, pertanyaan diubah menjadi permintaan oleh Yakobus dan Yohanes kepada Yesus, Sang Guru: “Perkenankanlah kami ini duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, seorang di sebelah kanan, dan seorang di sebelah kiri-Mu.” (Mk 10: 37).
Romo Jimmy lalu menutup refleksinya dengan bertanya kepada kami yang menghadiri ekaristi kemarin pagi, “Bagaimana dengan kita?”
Karakter para imam sekarang
Tentunya disadari, menjadi seorang imam pasti bukan jalan terbaik untuk mendapatkan uang, harta, pangkat dan kedudukan. Meskipun demikian, kadang terjadi juga di dalam Gereja bagaimana orang-orang yang terpanggil dan terpilih itu -entah secara terang-terangan maupun tersembunyi- kemudian jatuh ke dalam berbagai godaan.
Apakah itu “nafsu” untuk berkuasa, kecenderungan untuk mengumpulkan uang; bahkan sampai korupsi. Juga telah salah dalam menggunakan fasiltas dan harta benda Gereja yang dipercayakan kepada mereka demi pemenuhan kepentingan pribadi.
Masih saja terjadi sampai saat ini di mana pergantian para imam -baik di lembaga maupun paroki- sering meninggalkan kisah pilu nan sedih. Terjadi demikian, karena kosongnya kas paroki, lembaga pastoral gerejani. Juga telah hilangnya sarana-prasarana yang seharusnya ditinggalkan sebagai harta benda Gereja di paroki atau lembaga tersebut.
Bahkan morat-maritnya administrasi tersebut sering menjadi sumber kesalahpahaman dan konflik antar para imam.
Tentunya fakta di atas tidak bisa digeneralisasi bagi semua imam, karena sesungguhnya masih ada banyak imam seperti St. Yohanes Maria Vianney yang hidup di zaman moderen ini yang tidak pernah menjadi silau dengan kekayaan, kemewahan dan jabatan. Teringat akan tulisanku tentang sahabatku almarhum Romo Jan Oratmangun Pr yang hidup sederhana. Ia tidur hanya beralaskan tikar di atas lantai keramik di pastorannya.
Kembali ke keindahan imamat
Panggilan untuk menghayati tiga nasehati injili bagi para imam seperti kemiskinan, kesuciaan, dan ketaatan tetap tak berubah. Itu tetap menjadi tuntutan radikal bagi para imam untuk menghidupinya. Para imam harus berani mengambil keputusan radikal untuk menolak semua bentuk godaan untuk memiliki kekayaan (uang) yang berlebihan, mempraktikkan hidup perkawinan, dan ketidaktaatan.
Memang nampaknya sulit untuk menuntut para imam untuk menghayati tiga nasihati injili di zaman ini. Tapi semuanya bisa dijalani, bila saja para imam menyadari siapa yang memanggil mereka. Yakni, Yesus yang sama, yang telah menolak godaan setan di padang gurun. Yesus yang tidak memiliki tempat untuk meletakan kepala-Nya.
Yesus yang tak meninggalkan uang dan harta bagi para murid-Nya, ketika Ia naik ke surga.
Tentu masih ada banyak imam di zaman moderen ini yang hidup sederhana, suci. Juga mampu lepas bebas terhadap semua materi dan harta yang ditawarkan kepada mereka. Masih ada banyak imam yang datang dan pergi dari dan ke sebuah lembaga atau paroki tanpa mengklaim bahwa semua yang diterima saat bertugas sebagai milik pribadinya.
Karena itu, kembali kepada keindahan imamat berarti kembali kepada Kristus yang adalah model utama karakter Imam yang sejati. Yesus adalah Sang Imam Agung yang mengoubankan diri-Nya; bukan mengurbankan orang lain. Dialah Sang Imam Agung yang datang bukan untuk melayani bukan untuk dilayani.
Penutup
Akhirnya ingatlah akan pesan Yesus: “Jika ingin menjadi yang besar, maka jadilah pelayan bagi semua.” Satu yang pasti bahwa para imam adalah imam sampai akhir hayat.
PS: Ditulis petang hari di Taman Doa Aer Louw, 29 Mei 2024 oleh Mgr. Inno Ngutra, Uskup Keuskupan Amboina, Maluku
Baca juga: Embun rohani pagi dari Kota Ambon Manise – Percaya, bertemu, dan menjadi baru