“Karena itu, RUU KUB jangan dibahas dulu, tapi bicarakan dengan sejumlah tokoh lintas agama. Kalau pun dibuat UU itu bukan RUU KUB yang dibutuhkan, melainkan RUU Jaminan Kebebasan dalam Beragama,” katanya seperti dikutip Antara di Surabaya, Senin.
Ketika dikonfirmasi tentang RUU KUB yang kini dibahas DPR RI, ia menjelaskan konflik antar-umat beragama yang marak akhir-akhir ini bukan karena tidak adanya kerukunan, melainkan konflik antarmanusia yang dibiarkan oleh aparat penegak hukum.
“Kekerasan atau konflik yang terjadi umumnya karena faktor pembiaran secara yuridis. Soal pelayanan agama, pendirian rumah ibadah, pendidikan, bantuan asing, pemakaman antar-umat beragama, adopsi anak, dan sebagainya itu sudah ada aturannya,” katanya.
Ia mencontohkan pendirian rumah ibadah sudah diatur Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menag-Mendagri, sekolah agama juga sudah diatur dalam UU Sisdiknas, dan sebagainya.
“Jadi, konflik yang terjadi akhir-akhir ini sebenarnya sudah ada aturannya, tapi proses pembiaran yang membuat konflik tidak tuntas,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, UU Jaminan Kebebasan dalam Beragama justru lebih dibutuhkan, apalagi Pasal 28 UUD sudah menjamin hal itu, namun pelanggaran yang terjadi belum ada aturan menyikapinya.
“Yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya sekolah memasukkan pendidikan media, karena konflik seringkali justru diprovokasi media dan masyarakat tidak bisa bersikap kritis terhadap informasi dari media massa,” katanya.
Pendidikan media itu tidak perlu mata pelajaran baru tapi bisa dimasukkan ke dalam pendidikan bahasa/komunikasi, katanya menambahkan.
Senada dengan itu, Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Syafiq A Mughni menyatakan kerukunan itu memang sebaiknya tidak diatur, karena akan bertentangan dengan peraturan yang sudah ada.
“Kalau pun diatur, saya kira tidak perlu diatur secara spesifik, karena konflik itu tidak hanya terjadi dalam konteks agama, tapi konflik juga terjadi antar-etnis dan juga antar-elemen bangsa lainnya, sehingga konflik itu tidak spesifik terkait agama semata,” katanya.
Namun, katanya, UU yang mencegah konflik secara universal itu hendaknya hanya sebatas mengatur hubungan antar-personal dan jangan sampai mengatur hak individu, seperti keyakinan, praktik keagamaan, dan sebagainya “Kalau teknis itu bukan urusan negara,” katanya.
Sebelumnya, Sekjen Kementerian Agama (Kemenag), Bahrul Hayat, mengatakan, UU KUB merupakan upaya memberikan aturan tegas tentang hubungan antar-umat beragama.
“Aturan-aturan tentang itu sesungguhnya sudah ada. Hanya saja belum setingkat undang-undang,” katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.