BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN
Jumat, 5 November 2021.
Tema: Screening Hati.
- Rm. 15: 15-21.
- Luk. 16: 1-8.
SELF-CENTERED. Bukanlah sebuah ego, apalagi egoisme. Ia benteng pertahanan diri untuk menghadapi hal-hal, kejadian atau apa pun yang mengancam diri.
Ia adalah alat warning sekaligus kemampuan untuk menghadapi agar rasa-perasaan, pikiran dan hati tidak dikacukan oleh hal-hal yang ada di dalam atau di luar dirinya.
Kemampuan itu dibarengi dengan self defense. Lebih kuat lagi, ia dapat memberi sinyal kepada orang lain yang mengancam dirinya atau merusak citranya dengan kekuatan moral, keberanian dan keyakinan tegas.
Bukan sikap keras kepala. Tetapi alasan untuk mempertahankan martabat, harga diri. Manusia adalah pribadi mandiri. Tuan atas dirinya sendiri.
Dalam perjumpaan dan interaksi antar sesama, yang tidak bebas kepentingan, orang lain bisa memberi kesan berdasarkan pengalaman, ketidaksukaan menilai bahkan perbedaan pendapat (kepentingan).
Kesan tidak salah atau benar.
Tetapi ungkapan rasa, kesan hati terhadap yang lain. Manusia adalah pribadi yang berproses, terus berkembang tanpa henti.
“Aku tidak terima dikatakan begitu. Aku merasa tidak pernah melakukan itu. Tidak pernah bermaksud begitu. Aku kecewa. Aku dinilai, tanpa didengarkan lebih dulu. Seakan-akan aku salah sebelum mendengar dari sisiku.”
“Kenapa to? Kok terkesan runyam?”
“Aku pernah dipanggil pimpinan. Terkesan langsung diadili, sebelum aku diberi waktu menjelaskan. Aku bingung apa persis maksudnya,” keluhnya.
“Kamu yang tahu dirimu sendiri. Apakah benar yang didengar. Apakah bijak kata yang diucapkan”.
“Aku keburu emosi. Kesannya dia tidak menghargai aku. Final, seakan-akan aku yang salah. Aku yang harus bertanggungjawab. Padahal, dia tidak tahu persis peristiwanya, hanya kata orang,” jawabnya.
“Ya, katakan saja bro apa masalahnya.”
“Untuk amannya sih, aku diam saja. Mendengarkan saja apa yang dikatakan di-ingin-kan. Aku tahu akibatnya bagiku nanti.”
“Terus jadinya gimana?”
“Ya, aku dengarkan saja. Tak banyak bela diri. Bila tidak, akan ada hal yang membuatkun tak nyaman. Dikira aku hanya membenarkan diri, tak mau mendengarkan.
Seandainya ada sebuah kasus, aku sih berharap dia bertanya dulu. Tidak langsung menghakimi. Yang aku kecewa, atasanku lebih percaya omongan orang tertentu, bahkan percaya pada yang mengadu.”
“Tapi ya udahlah, aku tidak mau pusing hanya karena ini. Aku harus terus berkembang. Mungkin aku harus hati-hati. Mengambil jarak dengan orang-orang tertentu supaya tidak terjadi lagi, lebih-lebih dengan orang yang sering tidak paham; dan selalu main belakang.
Rasanya sih ingin kutonjok. Supaya sadar siapa dia; tidak sewenang-wenang; merasa hebat walau memang mereka hebat. Kadang aku pikir jangan coba-coba main denganku.
Aku bisa menghadapinya. Bahkan hal-hal yang tak terduga, bisa terjadi,” jelasnya.
“Wah…ini sudah agak dalam; menggores hati. Apakah engkau nyaman dengan kondisi seperti itu?” kataku.
“Aku cooling down dululah. Lebih banyak diam, tak banyak bicara. Asal mereka tahu, aku punya prinsip dan jangan main-main denganku,”
“Cobalah bro dengan tenang menyisir kembali kira-kira dalam peristiwa apa? Bukan soal salah dan benar.
Kalau aku sih butuh waktu untuk melihat sisi positifnya. Kalau tidak, aku sendiri yang berontak, tidak menerima. Akhirnya aku sendiri yang mengalami kemelut. Sementara mereka, mungkin tidak ada apa-apa,” jelasnya.
“Menurut bro gimana?”
“Aku sih dulu punya pengalaman yang sama. Pertama yang muncul adalah self defense. Menyalahkan orang lain. Aku terbakar emosi. Semua yang terkait, siapa pun dia, aku tidak peduli. Tapi semakin aku terbawa amarah semakin aku tak tenang, gusar dan runyam.
Selama aku sendiri tidak menerima kenyataan diriku apa adanya, yang konkret dan terbatas, mungkin aku tidak dapat melihat langkah nyata yang mungkin
Allah rencanakan untuk hidupku. Aku belajar bangga dengan diriku apa adanya,” jelasnya lagi.
“Oh…gitu ya?” kataku mengiyakan.
Yesus berkata, “Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.” ay 8b.
Tuhan, aku hanya bejana tanah liat di tangan-Mu. Dengarkanlah aku. Amin.
Bersabar dan rendah hati.