SEJATINYA, saya tidak terlalu banyak mengenal sosok Romo Wim van der Weiden MSF.
Saya baru mengenal beliau saat Romo Wim bertugas sebagai Pemimpin Umum MSF (1995 –2007). Sebuah kurun waktu yang sama pula, ketika saya juga bertugas di Roma sebagai anggota Dewan Umum MSC (1993–2005).
Beberapa kali saya sempat datang bertandang untuk bertamu ke rumah Generalat MSF.
Saya datang karena sekedar ingin mengobrol dan berdiskusi dengan Romo Tan Thian Sing MSF dan juga dengan Romo Yan Olla MSF.
Kedua imam MSF ini berasal Indonesia, namun datang dari dua provinsi MSF berbeda: Romo Tan anggota MSF Provinsi Jawa, sedangkan Romo Yan anggota MSF Provinsi Kalimantan.
Waktu itu, Romo Yan Olla MSF menjadi anggota Dewan Umum MSF dan kini Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Malang di Jatim.
Pribadi hangat dan bersahaja
Apabila berkesempatan bisa bertemu Romo Wim di Roma selama kurun waktu yang begitu panjang itu, maka inilah rekaman kenangan yang masih saya ingat.
Almarhum Romo Wim adalah sosok imam MSF dengan kepribadian yang sangat ramah, suka tersenyum, senang menyapa. Dengan beliau, maka yang selalu terjadi adalah perjumpaan-perjumpaaan yang selalu menyenangkan.
Atmosfir yang sama juga terjadi dengan beliau ketika kami bersama para imam asal Indonesia lainnya bertemu muka pada banyak kesempatan lain. Taruhlah itu acara-acara pertemuan IRRIKA (Ikatan Rohaniwa Rohaniwati Indonesia di Kota Abadi).
Setiap kali berlangsung acara atau kegiatan IRRIKA itu, Romo Wim selalu ingin menyempatkan diri bisa hadir. Penampilan yang ceria dan bersahaja selalu sama terpancar dari kepribadian beliau.
Kemudahan bagi Romo Wim
Kami, para imam Indonesia dengan paspor Indonesia, tentu harus mengikuti prosedur keimigrasian yang cukup panjang bilamana ingin mengajukan visa ke kedutaan negara-negara asing tertentu di Roma berkaitan dengan tugas kami di Generalat.
Mengapa demikian? Itu karena pada kurun waktu yang begitu panjang itu, Indonesia masih berada dalam situasi krisis politik.
Itulah sebabnya, perwakilan negara-negara asing di Roma itu lalu mengambil sikap ekstra hati-hati dan ketat apabila ada aplikasi permohonan visa. Bagian konsuler diplomatik yang punya otoritas menerbitkan visa akan bersikap ketat terhadap setiap pengajuan visa, sekalipun permohonan visa itu diajukan oleh para pastor Indonesia yang waktu itu berkarya di beberapa Generalat.
Hal berbeda ‘terjadi’ pada almarhum Romo Wim van der Weiden MSF. Beliau lebih beruntung karena permohonan visanya selalu lancar-lancar saja.
Dalam kapasitasnya sebagai Superior General MSF, maka posisi tersebut selalu mengharuskan Romo Wim melakukan banyak berpergian kemana-mana. Salah satu tugas seorang Pemimpin Umum MSF ialah mendatangi negara-negara di seluruh dunia dimana para imam dan bruder MSF berada dan berkarya.
Buku inspiratif
Saya juga membaca sejumlah tulisan beliau yang menurut saya ikut memberi inspirasi bagi hidup pribadi saya sebagai seorang imam MSC (Kongregasi Imam Misionaris Hati Kudus Yesus).
Tulisan Romo Wim itu kini sudah menjadi sebuah buku bagus dan bertitel Setia Kendati Lemah.
Buku itu telah memberi inspirasi bagus bagi ‘pemeliharaan’ hidup imamat saya dan hal sama mungkin juga telah menginspirasi banyak imam lainnya. Bagi saya, buku Setia Kendati Lemah itu juga bisa memberi wawasan lebih luas untuk menyiapkan materi pendampingan retret, rekoleksi, atau pertemuan lain dalam rangka curia animarum (pemeliharaan jiwa-jiwa).
Buku lain karya Romo Wim yang juga sangat berpengaruh dan berguna adalah Gereja Misioner yang Diterangi Sabda Allah.
Buku yang kedua ini berisi ulasan-ulasan dari beberapa rekan imam MSF tentang pemikiran almarhum Romo Wim. Fokus bahasannya adalah tentang ‘wajah’ Gereja macam apa yang ingin almarhum hidupkan dan diupayakan.
Buku dengan titel Gereja Misioner yang Diterangi Sabda Allah ini diterbitkan dalam rangka perayaan 50 tahun imamat Romo Wim.
Selamat jalan Romo Wim.
Para malaikat dan para kudus menyambutmu, dengan senyum dan keramahan, di dalam Kerajaan Allah yang penuh damai dan sejahtera abadi.
J. Mangkey, MSC – Provinsialat MSC