Polikarpus
warna liturgi Ungu
Bacaan
Yes. 1:10,16-20; Mzm. 50:8-9,16bc-17,21,23; Mat. 23:1-12. BcO Kel. 16:1-18,35
Bacaan Injil: Mat. 23:1-12.
1 Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 2 “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 3 Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 4 Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; 6 mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; 7 mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. 8 Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. 9 Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. 10 Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. 11 Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. 12 Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.
Renungan:
BEBERAPA hari yang lalu aku bertemu dengan seorang pastor di Seminari di Pematang Siantar. Di percakapan dia bercerita bagaimana malam sebelumnya dia memperbaiki saluran air yang rusak sampai jam 3 pagi. Ketika kutanya mengapa itu dia lakukan, ia menjawab bahwa itu kewajiban moral baginya. Sekalipun saluran itu tidak mengarah ke kamar mandinya namun ia tetap merasa bertanggungjawab.
Kisah di atas tentu berbeda dengan sikap para Farisi. “Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya” (Mat 23:4). Beban-beban aturan mereka buat namun mereka sering melepaskan diri dari aturan tersebut.
Kiranya pastor tadi menjadi pengemban amanat Kristus. Sekalipun ia seorang dosen, ia tetap terlibat dalam aneka persoalan fraternya. Ia ikut begadang memperbaiki saluran air bersama para fraternya. Ia bukan dosen yang hanya memberikan beban kepada mahasiswa atau pegawai, tapi ia ikut terlibat dalam suka duka mereka.
Kontemplasi:
Duduklah dengan tenang. Pejamkan matamu. Bayangkan anak buahmu mengalami kesulitan. Apa yang kauperbuat sebagai pimpinan dan murid Kristus.
Refleksi:
Tulislah pengalamanmu terlibat dalam suka duka komunitasmu, bukan hanya meletakkan beban kepada mereka.
Doa:
Bapa, semoga aku pun mampu terlibat dalam suka duka komunitasku, bukan menjadi beban bagi mereka. Amin.
Perutusan:
Aku akan terlibat dalam suka duka keluarga dan komunitasku. -nasp-
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)
Saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri seorang pastor yang menjabat Direktur Pusat Pastoral di KM, di pagi hari beliau menyapu halaman puspas tersebut yang dipenuhi dengan dedaunan kering dari pohon di puspas tersebut. Sekarang pastor ybs menjabat sbg Vikjen KM.
Pada bulan Januari kemarin saya melihat seorang Sr OSU senior yang menjabat Kepala TK CJ di Malang mengepel lantai halaman TK CJ yang semalam diguyur hujan deras, saya berpendapat bahwa pada Suster tersebut hatinya penuh dengan kasih kpd siswa-siswi TK CJ sehingga mengusahakan agar anak/siswa tidak ada yang sampai terpeleset di halaman sekolah.
semoga gaya hidup sederhana selalu dilakoni para imam dan suster.