Renungan Harian
Sabtu, 26 Maret 2022
Bacaan I: Hos. 6: 1-6
Injil: Luk. 18: 9-14
GEDUNG gereja, tempat saya menjalani pengutusan adalah salah satu gereja Katolik tua di kota Bandung, maka bangunan gereja menjadi salah satu bangunan cagar budaya.
Bangunan gereja itu kecil, daya tampung umat tidak banyak hanya sekitar 300 orang saat masa sebelum pandemi. Sehingga pada jam-jam tertentu, kapasitas gereja tidak dapat menampung jumlah umat yang datang. Oleh karena itu, kami menggunakan aula paroki untuk menampung umat yang tidak dapat masuk dalam gereja.
Dalam pertemuan Dewan Pastoral Paroki, diusulkan agar aula ditata sedemikian sehingga umat yang mengikuti misa dari aula tetap merasakan masuk ke ruang doa, bukan masuk ke aula. Maka dirancang sedemikian rupa dengan sedikit penambahan agar membantu untuk membangun suasana ruang doa.
Salah satu hal yang ditambahkan adalah memasang dinding tambahan dengan hiasan salib dengan lampu sehingga salib itu itu terbentuk dari dari sinar lampu itu. Setelah selesai terasa berbeda, lebih indah dan terasa sebagai ruang doa.
Ternyata dengan selesainya penataan muncul masalah baru. Beberapa orang mempertanyakan soal salib.
Mengapa hiasan salib di aula tidak ada corpus-nya (tubuh Yesus yang tergantung). Kalau demikian, salib itu bukanlah salib orang Katolik tetapi salib orang Protestan.
Saya sudah menjelaskan bahwa tidak harus ada corpus-nya karena memang hiasan dinding itu dimaksudkan memancarkan sinar yang membentuk salib.
Ternyata pembicaraan itu tidak selesai masih saja ada yang mempermasalahkan bahwa salib itu bukan salib orang Katolik tetapi salib orang rotestan. Beberapa orang ini mengatakan kalau masuk ke aula seperti masuk ke gereja Protestan.
Saya menjadi termenung sebegitukah orang membuat pemisahan salib orang Katolik dan salib orang Protestan?
Kalau benar bahwa salib tanpa corpus berarti salib orang Protestan, berapa banyak hiasan di gereja yang harus diubah karena banyak hiasan salib tanpa corpus.
Apakah benar orang menjadi terganggu imannya karena melihat salib tanpa corpus? Atau hanya sebegitukah iman orang Katolik, sehingga imannya terganggu karena salib tanpa corpus?
Sudah seharusnya salib tanpa corpus disingkirkan dari gereja kalau adanya hiasan salib tanpa corpus menyesatkan iman umat. Sayangnya saya tidak punya data pasti berapa umat yang terganggu dan seberapa parah salib tanpa corpus menyesatkan.
Atau jangan-jangan pastor paroki yang salah karena tidak pernah memberikan pemahaman yang baik dan lengkap tentang iman Katolik sehingga umat mudah terganggu dengan salib tanpa corpus. Atau jangan-jangan hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa umat yang terjebak pada ritual kurang pemaknaan.
Ada banyak pertanyaan, ada banyak jawaban, ada banyak pergulatan. Satu hal yang penting adalah jangan sampai umat terjebak dengan iman yang mengedepankan ritual tanpa pemaknaan; jangan sampai umat terjebak pada hal-hal yang permukaan tanpa adanya pendalaman.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartkan dalam Kitab Hosea mengingatkan agar iman pada Allah tidak terjebak dengan hal-hal yang bersifat ritual atau permukaan tetapi lebih ke dalam yaitu semakin mengenal dan dekat dengan Allah.
“Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan kurban sembelihan. Aku menyukai pengenalan akan Allah lebih daripada kurban-kurban bakaran.”