Puncta 05.09.22
Senin Biasa XXIII
Lukas 6: 6-11
SEORANG guru matematika menulis perkalian di papan tulis seperti ini:
9 x 10 = 90
9 x 9 = 81
9 x 8 = 72
9 x 7 = 63
9 x 6 = 54
9 x 5 = 46
9 x 4 = 36
9 x 3 = 27
9 x 2 = 18
9 x 1 = 5
Melihat hasil terakhir, para murid ada yang memprotes, mengkritik, menertawakan, tersenyum sinis sambil lirik temannya. Ada yang menggerundel, mencemooh kesalahan sang guru.
Setelah para murid diam, selesai menertawakan kesalahan gurunya, Sang Guru lalu menjelaskan; “Kalian menertawakan hasil perkalian terakhir yang salah. Bapak sengaja melakukan ini untuk memberi pelajaran hidup bagi kalian semua.”
“Demikianlah orang-orang akan memperlakukan kalian nanti,” sambungnya.
“Banyak orang akan memperlakukan kalian seperti ini. Bapak menulis sembilan kali benar, tetapi tidak ada yang memberi apresiasi. Sedang sekali bapak menulis salah, kalian mencemooh, menertawakan, mencibir, memprotes dan tak habis-habisnya menghakimi.”
“Jadi hikmah yang bisa kalian petik adalah dunia tidak akan menghargai kita, walaupun kita sudah melakukan banyak hal yang benar, namun akan mencecar dengan kritik pedas dan mentertawakan, menghakimi kita, saat kita melakukan satu kesalahan. Karena banyak orang lebih mudah mencari kesalahan orang lain daripada kesalahan sendiri.”
“Pelajaran yang harus kalian ingat adalah; jika suatu saat kalian mengalami hal ini di kehidupan nanti, kalian sudah siap dan tidak akan mundur menghadapi para pengkritik, penghina, pencemooh dan sengkuni-sengkuni munafik yang suka menghakimi.”
Para murid terdiam mencerna pelajaran Sang Guru.
Yesus berhadapan dengan kaum munafik yakni orang-orang Farisi dan Ahli Taurat yang terus mengamat-amati mencari kesalahan-Nya, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat.
Di rumah ibadat ada seorang yang mati tangan kanannya. Ia menyuruh orang itu berdiri di tengah.
Ia bertanya pada orang banyak, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakan?”
Tak ada jawaban sepatah kata pun dari orang-orang di situ.
Lalu Yesus menyuruh orang yang sakit tangannya itu, “Ulurkanlah tanganmu.” Lalu sembuhlah ia.
Kaum Farisi dan ahli kitab itu meluap amarahnya.
Kita ini lebih suka melihat kejelekan orang lain, lalu mudah sekali menghakimi dan merasa diri paling benar, suci dan sempurna. Itulah kemunafikan orang-orang Farisi.
Untuk membungkam mereka, Yesus menyembuhkan orang sakit. Untuk membungkam kaum munafik, tidak ada jalan lain kecuali menunjukkan kesuksesan dan keberhasilan.
Jangan pernah mundur demi kebenaran dan teruslah berbuat baik.
Ke pasar Klewer membeli selembar kain,
Bonusnya dapat tambahan kain mori.
Memang mudah menyalahkan orang lain,
Tapi sulit mengoreksi kelakuan diri sendiri.
Cawas, godaan kemunafikan….