Suatu hari, ia belajar bersama Pak Guru. Mereka menyimak gambar-gambar fauna. Anak kecil itu amat antusias. Kadang ia merasa ngeri. Apalagi Pak Guru menambahkan informasi-informasi seputar makanan yang dimakan binatang-binatang besar itu.
“Ko (red: Engkau) tahu ini binatang apa?” Tanya Pak Guru. Anak kecil itu menggeleng.
“Ini di Papua tidak ada. Ini singa.”
Wajah anak kecil itu berpaling dan memandang wajah gurunya. Barangkali ia ngeri juga dengan taring singa dan cakarnya yang tajam.
“Dia bisa makan manusia. Ko takut ka tidak?” Anak kecil itu bergidik dan lekas membalik halaman yang lain.
Ia masih tengkurap di atas lantai dan kembali asyik dengan buku itu.
“Kaka (red: kakak) , ini binatang apa ka?”
Pak Guru turun dari kursi kerjanya dan duduk di samping anak kecil itu. “Ooo ini Dinosaurus. Binatang ini besar sekali. Dia bisa makan manusia ka tidak?”
“Tidak bisa,” kata anak kecil itu.
“Dia bisa makan manusia. Apalagi kalau manusia masih kecil seperti Koi.”
Lalu anak kecil itu, dengan wajah ketakutan, bertanya, “Di Papua ada ka tidak?”
“Tidak ada.” Adik kecil itu sedikit merasa tenang.
Dia bertanya, “ada di mana?”
Guru itu sejenak menduga. Sebenarnya ia tidak tahu persisnya. Maka ia menjawab, “Di Amerika!”
Pak Guru sudah mulai melupakan bualannya tentang dinosaurus yang memangsa manusia dan hidup di Amerika. Ia masih memotivasi anak kecil itu supaya lekas bisa membaca.
“Ko belajar yang rajin supaya bisa membaca. Iyo, Adik! Nanti Ko bisa sekolah yang tinggi. Mau ka tidak sekolah di Jawa?” Pak Guru membangkitkan semangat adik kecil berkaus Persipura itu.
“Kalau Ko lebih pintar lagi, bisa ke luar negeri. Mau ka tidak sekolah di Amerika?” Suara Pak Guru meninggi di bagian ujung sehingga kata “Amerika” terucap dengan sangat jelas.
Mata anak kecil itu membelalak dan dengan sangat lugas ia menyahut, “Tidak mau, Kaka. Tidak mau. Sa mau di sini saja. Di Amerika ada dinosaurus. Sa (red: saya) takut dapat makan dia.”
Begitulah kisah anak kecil berkaus Persipura yang tidak hendak belajar ke Amerika.