EDUKASI di sekolah formal sekarang ini bukan lagi hanya “perkara” harus bisa mendidik murid agar menjadi baik, punya moralitas, dan integritas pribadi sebagai manusia baik plus cerdas dalam keilmuan.
Konsep ‘lama’ itu sudah mulai dianggap usang. Tantangan zaman kini mulai menuntut lebih dari itu. Mengapa demikian?
Hal ini menjadi seperti itu seiring dengan telah berlangsungnya “revolusi digital” yang begitu massif di segala aspek kehidupan. Ujung-ujungnya, guru sebagai pendidik lalu juga dituntut oleh perkembangan zaman harus bisa berubah sikap. Atau, lebih tepatnya, guru harus pintar-pintar mencermati perubahan zaman untuk kemudian mengambil sikap yang tepat dan benar.
Inovasi dan dirupsi
Mentalitas sikap mau menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman ini terus mengemuka, karena di zaman modern seperti sekarang ini sudah berlangsung rentetan arus perubahan massif yang ditandai antara lain dengan inovasi dan disrupsi (perubahan tiba-tiba yang bisa ‘membelokkan” atau merubah yang sebelumnya sudah selalu begitu adanya).
Bagaimana para guru, terlebih konselor murid di sekolah, harus mengambil sikap inilah tema besar yang digarap oleh Sun Education dalam seminar sehari bertema “Perspective of the Future: What Counsellors Need to Know?”.
![](http://www.sesawi.net/wp-content/uploads/2018/12/sun-education-poster.jpg)
Tema menarik ini difasilitasi oleh Cherry Pearl Sampayan, konsultan manajemen yang sudah malang melintang di dunia korporasi bisnis dan advokasi lainnya di kancah internasional.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, seminar besutan Sun Education ini didukung oleh banyak pihak yang selalu merasa ikut peduli ingin memajukan kualitas guru, termasuk konselor murid, dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai pendidik.
Seminar itu dalam bahasa Inggris dan sedikit campuran bahasa Indonesia ini berlangsung di Jakarta hari Senin tanggal 11 Desember 2018 lalu. Program tahunan 2018 Sun Education ini didukung antara lain oleh Sun Education Foundation, IALF, UTS (University of Technology Sydney), dan Navitas.
Tahu yang tidak kita ketahui
Nun jauh di sana beberapa tahun lagi, demikian papar Cherry, akan terjadi banyak perubahan massif yang pada gilirannya nanti juga akan mengubah perilaku manusia di masyarakat.
Ia lalu memberi contoh nyata mengenai gambaran “masa depan” yang ditandai dengan revolusi di segala bidang kehidupan itu.
Disrupsi telah membuat dunia bisnis mengalami goncangan hebat, lantaran tiba-tiba saja aplikasi digital telah mampu mengubah perilaku dan kebiasaan orang untuk berbelanja, traveling, bergaul, dan juga cara berkomunikasi dengan sesamanya.
Membedah “Jeroan” Generasi Millenial: Kemalasan, Imbas Gelombang Disruptif (3)
Generation gap
Aneka macam inovasi yang berhasil “diciptakan” dan kemudian dikembangkan oleh para pebisnis start-up sudah berhasil menggeser “tatanan” yang sudah lama ada.
Kekagetan terjadi di mana-mana, termasuk di kancah model komunikasi, baik di ruang publik (baca: dunia kerja) maupun di wilayah personal ketika orang dari beda generasi terlibat dalam arus percakapan.
Yang tua merasa yang muda tidak “tahu diri”. Sementara, yang muda dan kreatif merasa yang tua tidak mau “maju” mengikuti zaman.
Jurang emosi dan konten komunikasi yang berbeda inilah yang sering menimbulkan ‘pertikaian’ yang sebenarnya juga tidak perlu terjadi. Itu tak perlu ada, kalau saja masing-masing orang dari generasi berbeda itu mau menyikapi secara benar bahwa sekarang dan di sini ini memang sudah terjadi perubahan masssif di segala bidang.
“Kita tahu bahwa di sana itu nanti akan terjadi banyak perubahan yang kita sendiri juga tidak tahu perubahan macam apa yang nanti terjadi ‘menimpa’ umat manusia,” begitu kata Cherry dalam setiap kali sesi pertemuan.
Tahu bahwa akan terjadi “sesuatu” di masa depan, namun sesuatu itu apa persisnya kita juga tidak mampu menerangkannya gamblang.
Itulah problem besar yang juga terjadi di panggung pendidikan formal di sekolah-sekolah.
Tanggungjawab bersama
Guru, terlebih konselor, punya fungsi mendidik murid. Namun, karena terjadi pergeseran nilai lantaran perubahan massif yang inovatif dan kadang juga disruptif itu, guru dan konselor sering dibuat ‘babak belur’ alias bingung harus mengambil sikap apa dan berperilaku bagaimana.
Perlu tahu apa yang tengah berkembang dan telah terjadi itu sudah barang tentu merupakan keharusan, demikian kata Cherry.
Lebih dari itu, lanjutnya, guru dan konselor harus juga mampu masuk ke dalam “relung-relung hati” para muridnya.
Mengapa demikian? Itu karena para murid “zaman now” itu mulai menyerap tata nilai yang mungkin tidak lagi sama dengan generasi para guru ketika mereka masih muda.
“Pengorbanan” yang bertuah
Cherry lalu memberi contoh nyata bagaimana ia mempraktikkannya sendiri tentang yang mau saya sebut sebagai “pengorbanan” namun di kemudian hari bisa mendatangkan tuah alias manfaat.
Di tengah karirnya yang menjulang tinggi di dunia korporasi bisnis, Cherry memutuskan diri untuk mundur dari profesinya sebagai konsultan manajemen bisnis. Ia berani memutuskan “beralih fungsi” menjadi konsultan pendidikan, meski pada akhirnya klien itu juga datang dari dunia korporasi bisnis.
Keputusan Cherry meninggalkan dunia korporasi bisnis karena ia hanya punya satu anak dan ia ingin lebih “banyak waktu” bersama anak semata wayangnya. “Kini anak saya sudah gede dan baru saja lulus SMA di Kanada,” ungkapnya.
Bingung Hadapi Generasi “Now” Millennial? Inilah Jawabannya (1)
Memberi atensi pada anaknya itu pula yang menjadikan Cherry senantiasa meluangkan waktu untuk berada bersama dia, bahkan sekalipun waktu itu secara bisnis tidak “bermanfaat” sama sekali.
Perhatian itu juga terjadi dalam bentuk intensitas kontrol terhadap perkembangan anaknya. Komunikasi terjadi di platfom komunikasi nirkabel –sesuatu yang kini sudah ada dan sifatnya friendly use.
Itu adalah “berkah” yang diterima masyarakat modern berkat terjadinya inovasi-inovasi yang kadang disruptif tersebut. Lainnya adalah tantangan untuk senantiasa mau “berubah” untuk maju menyongsong perubahan.
Tantangan itulah yang mesti diraih oleh setiap guru yang menyandang tugas mulia sebagai pendidik murid dan pembentuk karakter kepribadian mereka di sekolah.
“Kalau di rumah, tugas mulia itu tetap berada di tangan orangtua mereka sendiri,” tegas Cherry di akhir sesinya. (Berlanjut)
Bingung Hadapi Generasi “Now” Millennial? Jangan Sampai Terkena Enam Kutukan (4)