Puncta 18.01.23
Pembukaan Pekan Doa Sedunia
Untuk Kesatuan Umat Kristiani
Markus 3: 1-6
ALMARHUM Mgr. Kartasiswaya pernah berkata, “Seorang pastor itu ibaratnya sebuah pesawat terbang. Kalau dia berhasil landing dengan selamat, itu dianggap biasa saja. Tetapi kalau pesawat itu jatuh langsung menjadi berita heboh.”
Kepada para ibu yang berkunjung ke seminari, oleh Mgr. Karta mereka diajak berkeliling sampai di makam para rama praja. Mgr. Karta menunjukkan para imam yang sudah dimakamkan di sana.
“Lihatlah, banyak dari mereka itu sudah berhasil landing dengan selamat menjadi pastor. Tetapi mereka tidak menjadi berita heboh.”
Tetapi kalau ada seorang pastor yang jatuh, beritanya menjadi heboh dan langsung menyebar bagai cendawan di musim hujan.
Ada yang suka membikin gosip. “Makin digosok, makin siip.” Ada yang suka mengamat-amati situasi pastoran, memantau CCTV, siapa yang sering bertamu. Semua gerak-gerik pastornya dipantau. Pergi dengan siapa, ke mana, sampai jam berapa.
Ternyata pastornya memberi minyak suci….
Seperti Batara Yamadipati, Sang Pencabut nyawa selalu berkeliling kemana-mana mengamat-amati dan mencari-cari kesalahan orang, lalu mencabut nyawanya dan memasukkannya ke Kawah Candradimuka.
Itulah yang dilakukan oleh orang-orang Farisi. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia.
Yesus tidak peduli dengan mereka yang mencari-cari kesalahan-Nya. Ia tetap konsisten dengan tugas perutusan-Nya menyembuhkan orang kapan saja.
Yesus bahkan menantang mereka, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”
Orang-orang Farisi itu seperti “menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.”
Mereka terdiam tak bisa menjawab apa-apa.
Mereka mencari-cari kesalahan Yesus tetapi mereka sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan.
Larangan tidak boleh melakukan sesuatu pada hari Sabat itu dasarnya rapuh. Sedangkan orang-orang Farisi bersikap kaku terhadap aturan. Bagi mereka aturan ya aturan. Pokoknya aturannya begini. Titik.
Karena sudah kepalang basah, mereka tidak mau menahan malu. Orang-orang Farisi itu bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Yesus.
Karena sakit hati, malu, terbongkar niat jahatnya, mereka mencari teman-teman senasib sepenanggungan untuk bersekongkol menjatuhkan.
Entah benar entah salah tidak penting lagi, yang penting adalah harus dijatuhkan dengan cara apa pun.
Apakah anda ikut bersorak-sorak kalau melihat pesawat jatuh, atau anda merasa prihatin karena korban berjatuhan?
Jawablah dari hati yang paling dalam. Jangan hanya diam saja seperti kaum Farisi.
Pergi ke Cirebon singgah di Pemalang,
Makan soto dengan empal daging sapi.
Jangan mudah menyalahkan orang,
Tetapi bercerminlah pada diri sendiri.
Cawas, tidak ada yang sempurna…