SEORANG bijaksana berkata, “Hendaklah kamu berakar di dalam Tuhan dan dibangun di atas Dia. Hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu. Hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”
Seorang ibu bercerita tentang anak bungsunya yang sulit sekali berdoa sebelum tidur. Setiap kali ia menidurkannya, anak itu sulit sekali berdoa meski hanya mengucapkan terima kasih atas kebaikan Tuhan sepanjang hari itu. Hal itu sering membuat ibu itu cemas akan anaknya itu.
Namun suatu malam yang dingin, sebelum tidur, anak itu mau berdoa. Tidak ada yang menyuruhnya untuk berdoa. Namun dengan spontan, ia berdoa mengucapkan terima kasih atas kebaikan Tuhan sepanjang hari itu.
Ia berdoa, “Tuhan, terima kasih karena di sekolah guru-guru saya sangat baik kepada kami semua. Mereka mengajar kami dengan penuh kasih. Saya juga berterima kasih, karena Engkau masih memelihara papa dan mama saya.”
Sang mama terkejut mendengar doa anaknya yang panjang itu. Apalagi doa itu dilakukan dalam waktu yang lama. Ada mukjizat apa? Namun sang mama membiarkan anaknya berdoa hingga selesai. Lantas ia mencium anaknya itu dan menidurkannya.
Sekitar tiga menit kemudian, ibu itu mendengar seperti ada orang memanggil. Ia segera melongok ke dalam kamar. Namun semuanya baik-baik saja. Bahkan anaknya yang berdoa sebelum tidur itu tertidur dengan lelap.
Mengapa mencemaskan hidup?
Sering orang cemas akan hidup ini. Orang lantas mempersoalkan banyak hal dalam perjalanan hidupnya. Orang menggerutu ketika mesti menghadapi banyak persoalan dalam hidupnya. Padahal kalau saja orang tidak cemas atau menggerutu, orang akan dapat menyelesaikan pekerjaan atau persoalan dengan baik dan benar.
Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tidak cemas dalam hidup ini. Orang yang berani bersyukur atas kebaikan Tuhan tidak akan pernah cemas dalam hidupnya. Sebaliknya orang seperti ini selalu memiliki antusiasme dalam menjalani hidup ini. Orang seperti ini akan membangun masa depan dengan lebih baik.
Seorang bijaksana berkata, “Serahkanlah kekuatiranmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau!” Tentu saja hal ini tidak mudah. Mengapa? Karena egoisme sering menguasai diri manusia. Manusia merasa diri mampu melakukan apa saja bagi hidupnya. Manusia merasa tidak memerlukan bantuan dari Tuhan.
Baru ketika mengalami jalan buntu dalam hidupnya lalu lari kepada Tuhan. Orang mulai berkeluh kesah kepada Tuhan. Seolah-olah Tuhan adalah tempat sampah. Orang membuang segala duka nestapanya kepada Tuhan. Tentu saja ini bukan sikap hidup orang beriman.
Orang beriman tidak boleh mengizinkan ketakutan, kekuatiran dan egoisme bercokol dalam dirinya. Untuk itu, orang mesti mengarahkan hidupnya hanya kepada Tuhan semata. Berkat Tuhan akan mengalir ke dalam dirinya. Orang mesti percaya bahwa Tuhan tahu apa yang dibutuhkan untuk perjalanan hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales SCJ, Tabloid KOMUNIO dan Majalah FIAT
Palembang – (masih) Kota Asap
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)