OTTO Warmbier akhirnya meninggal dunia di ‘kampung halamannya’ di Cincinnati, Ohio, AS, hanya sepekan setelah ia berhasil menginjakkan kakinya di tanah airnya usai menjadi tahanan selama 17 bulan di Korea Utara. Mahasiswa berumur 22 tahun ini ditahan oleh Pemerintah Korut dengan tuduhan telah mencuri poster propaganda politik di ruangan terlarang di hotel tempatnya menginap. Itu terjadi, ketika bersama rombongan wisatawan AS lainnya, ia tengah melakukan perjalanan wisata ke Korut selama lima hari awal tahun 2016.
Pihak AS menuduh otoritas Korut telah menyiksa Otto hingga belakangan diketahui telah mengalami koma dengan kondisi kejiwaan sangat labil dan otaknya ‘rusak’. Tuduhan ini tidak diiyakan maupun dibantah oleh Pemerintah Korut, namun info detil dan jelas bagaimana dia telah ‘diperlakukan’ selama ditahan di sebuah penjara Korut hingga kini belum dirilis.
Pihak otoritas Korut hanya merilis informasi bahwa korban telah menderita botulisme dan kebanyakan mengkonsumsi obat tidur sejak Maret 2016 dan itulah yang menyebabkan Otto mengalami koma. Namun, para dokter AS membantah keras Otto mengidap botulisme dan telah mengkonsumsi obat tidur dan menyebutkan informasi itu sama sekali tidak berdasar.
Sudah tak mampu berbicara
Saat kembali ke AS tanggal 13 Juni 2017 lalu, demikian keterangan keluarganya, Otto sudah tidak mampu bicara dan tidak bisa berjalan layaknya manusia sehat.
Menlu AS Rex Tillerson menuntut otoritas Korut agar merilis pertanggunganjawab yang layak dipercaya atas apa yang telah terjadi pada almarhum Otto selama dipenjara di Korut.
Selama menghuni di sebuah tahanan di Korut selama 17 bulan tanpa kabar yang jelas, tiba-tiba otoritas Korut mengumumkan ke publik bahwa almarhum sudah dalam kondisi koma. Pada kondisi menahan warga asing seperti ini –dan apalagi warga negara AS—maka Korut pun sangat berkepentingan ingin ‘memulangkan’ yang bersangkutan kepada keluarga.
Gordon Chang, penulis buku Nuclear Showdown, dalam sebuah wawancara televise, menuduh otoritas Korut sengaja memulangkan Otto ke AS dengan maksud menghindari konflik politik, kalau Otto akhirnya meninggal di sebuah penjara di Korut. Jadi, kata Chang, lebih baik Otto meninggal di tanahairnya sendiri daripada di Korut yang akan memicu konflik politik skala tinggi antara Washington dan Pyongyang.
Almarhum Otto Warmbier adalah mahasiswa University of Virgina. Di bulan Januari 2016 dan bersama sejumlah orang muda AS, ia mengikuti program wisata ke Korut yang diampu oleh Young Pioneer Tours. Destinasi wisata itu menuju Pyongyang selama lima hari dan akan berakhir di Beijing, Tiongkok.
Namun, sesaat sebelum meninggalkan bandara internasional Pyongyang menuju Beijing, dia ditahan oleh pihak keamanan Korut dan selanjutnya diadili dan kemudian dipenjara –entah dimana—dan selama 17 bulan itu informasi mengenai kondisi dan keberadaannya ‘tersembunyi’.
Satu alasan mengapa dia ditahan sesaat sebelum meninggalkan bandara Pyongyang adalah karena dia dituduh telah mencuri poster propaganda politik di sebuah ruangan steril di hotel dimana ia menginap. Tuduhan itu tidak dia bantah, namun ia secara publik minta maaf. Pengadilan yang membuktikan dia bersalah memutuskan Otto dikenai hukuman kerja paksa selama 15 bulan.
Pihak biro perjalanan mengaku tidak pernah mendapatkan akses boleh mengontak Otto selama dalam tahanan, selain hanya bisa mendapatkan informasi dari otoritas Korut bahwa kondisinya oke-oke saja sampai akhirnya mengemuka bahwa Otto telah mengalami koma.
Ketika kabar mengenai kondisi kesehatan Otto memburuk, Kementerian Luar Negeri AS segera berupaya memulangkan yang bersangkutan ke AS. Washington segera mengontak Dubes Korut di PBB Mr. Park Kil-yon agar upaya pemulangan Otto bisa segera dilaksanakan. Pejabat Kemlu AS Mr. Joseph Yun akhirnya diizinkan mengunjungi Korut bersama tim medis AS untuk kemudian berhasil membawa Otto pulang tanggal 13 Juni 2017.
Requiescat in pace.
Sumber: CNN dan BBC
semoga beristirahat dalam damai, RIP