Sabtu, 4 Mei 2024
Kis. 16:1-10;
Mzm. 100:1-2,3,5;
Yoh. 15:18-21
DALAM kehidupan sehari-hari ada saja perbuatan orang lain yang tidak berkenan bahkan menyakitkan hati kita. Bila kita menyimpannya dalam hati, rasa sakit itu ternyata menimbulkan berbagai dampak fisik dan psikologis.
Sakit hati dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, sakit hati juga menjadikan hati manusia dipenuhi marah, dendam, dan benci kepada orang lain yang dipersepsi merugikannya. Ini menjadi sumber stres dan depresi manusia.
Hati yang dipenuhi energi negatif, akan mengarahkan individu untuk berkata-kata yang destruktif, pengungkapan kemarahan di depan publik, maupun hujatan. Memaafkan adalah proses untuk menghentikan perasaan dendam, jengkel, atau marah karena merasa disakiti atau didzalimi.
Pemaafan (forgiveness) sendiri adalah kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh-tidak-acuh terhadap orang lain yang telah menyakitinya secara tidak adil.
“Aku telah berusaha mengalah untuk banyak hal, namun itu tidak mengubah sikapnya padaku,” kata seorang ibu.
“Semuanya ini terjadi karena dia menuduh aku sebagai wanita yang tidak membawa berkat dalam hidupnya. Kami sudah menikah selama 12 tahun tetapi belum dikaruniai keturunan. Kami sudah konsultasi ke dokter dan kami dinyatakan subur, tidak ada masalah. Kenyataan inilah yang membuat pasanganku sering marah dan menuduh aku tidak sungguh mengarapkan anak.
Dia beberapa kali ingin meninggalkan bahtera rumah tangga kami, saya selalu menolak karena bagiku, sakramen pernikahan yang kami terima mengundang kami untuk setia sampai mati.
Saya percaya semuanya ini atas kehendak Tuhan. Ada anak atau tidak itu merupakan berkat kasih setia Allah dan Allah selalu mempunyai rencana yang indah dalam hidup ini.
Cinta dan kesetiaan pada Allah itu menuntut pengorbanan, duka dan bahkan airmata,” kata ibu itu.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.
Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.”
Yesus mengajarkan kita mencintai. Walau demikian, tidak ada jaminan jika kita mencintai, kita pun pasti akan dicintai, Bisa jadi seperti kata pepatah “air susu dibalas air tuba.” Ada kalanya terjadi cinta tulus dibalas kebencian, cacian, dan hinaan. Inilah yang telah dialami Tuhan Yesus, cinta-Nya pada kita dibalas dengan cacian dan hinaan bahkan kematian di kayu salib.
Penolakan cinta itu tidak boleh menyurutkan semangat kita. Jika kita hanya mencintai orang-orang yang mencintai kita, bukankah hal itu dilakukan juga oleh orang-orang lain yang tidak mengenal Allah?
Memaafkan memang tidak mudah, butuh proses dan perjuangan untuk melakukannya. Adanya kebaikan bagi diri kita dan bagi orang lain akan menjadikan memaafkan menjadi sesuatu yang mungkin dilakukan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tetap setia jika dibenci karena menghidupi kehendak Tuhan?