Puncta 24.10.23
Selasa Biasa XXIX
Lukas 12: 35-38
DALAM suatu latihan kepemimpinan bagi orang muda, mereka mengadakan Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) di Wisma Salam, Muntilan. Salah satu tujuan dari latihan itu adalah membangun semangat melayani dengan total, baik waktu, tenaga, pikiran dan kesempatan.
Tengah malam ketika mereka sedang tidur nyenyak di kamar masing-masing, instruktur menggedor pintu-pintu untuk membangunkan mereka.
Di tengah malam yang gelap, mereka dikumpulkan di lapangan dan diajak Doa Jalan Salib yang dibuat dengan ekstrim sambil menyusuri Sungai Krasak.
Pada subuh menjelang pagi mereka baru selesai Jalan Salib, kemudian mereka diminta membantu para penambang pasir di sungai untuk mengumpulkan kerikil, pasir dan batu.
Itulah pekerjaan buruh-buruh penambang. Mereka diajari untuk peka terhadap lingkungan sekitar dan siap setiap saat membantu orang-orang kecil yang membutuhkan.
Ada yang kaget, shocked, menggerutu, tersentak karena tiba-tiba dibangunkan. Tetapi setelah evaluasi, mereka merasa senang, bangga dan yakin bisa berbuat sesuatu yang berguna bagi sesamanya.
Yesus mengingatkan kepada murid-murid-Nya agar mereka selalu siap siaga. “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala,” kata Yesus.
Penjaga malam yang kerjaannya hanya tidur dan nonton TV, pasti tidak akan siap jika tuannya datang. Pencuri akan mudah membobol rumah karena tahu saatnya penjaga tidur.
Yesus menegaskan pentingnya selalu berjaga-jaga. “Apabila tuannya datang pada tengah malam atau dini hari, dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah para hamba itu.”
Ada pepatah Jawa yang berkata, “Yen wani, aja wedi-wedi. Yen wedi aja kumawani”. Artinya kalau kamu berani, jangan takut-takut atau ragu. Tetapi kalau kamu takut, jangan sok berani.
Nasehat ini dimaksudkan agar kita tidak setengah-setengah dalam melakukan sesuatu. Melakukan segala sesuatu dengan yakin dan totalitas, dan bisa mengukur kemampuan diri sendiri.
Kita semua adalah hamba Tuhan. Untuk melayani Tuhan, diperlukan kesiap-siagaan dan totalitas. Sebagai hamba, kita tidak boleh melakukan sesuatu hanya setengah-setengah dan semaunya.
“Wani nggetih” atau bersungguh-sungguh secara total, ibaratnya sampai berdarah-darah itulah yang mesti ditanamkan.
Sudah siapkah kita melakukan itu demi Tuhan dan sesama?
Menikmati Danau Toba di kota Parapat,
Menyeberang ke Samosir dengan kapal feri.
Menjadi hamba harus berjaga siap setiap saat,
Melayani dengan tulus tidak menggerutu di hati.
Cawas, siap siaga senantiasa….