Home BERITA Siapakah Ibu-Ku?

Siapakah Ibu-Ku?

0
Ilustrasi: Maria by Sawai Chinnawong, 2008.

“Anda harus ingat, di surga tidak hanya memiliki seorang Bapa; tetapi juga seorang ibu…. Marilah kita meminta bantuan kepada Maria. Dia memiliki semua yang manis, belas kasihan, kebaikan dan cinta untuk kita. Karena dia adalah ibu kita.”Padre Pio.

Kisah ini jelas sangat sederhana. Namun dengan sederhana pula, saya merasa seperti terhubung dengan sebutan “Ibu” bagi Maria, Ibunda Yesus.

Begini kisahnya

Hari itu, saya sedang bersama anak-anak. Tiba-tiba HP saya berbunyi. Seorang teman mengirim pesan WA disertai beberapa foto.

Di situ ada muncul gambar seorang ibu dan bapak bersama anak-anak asuh kami. Ada tulisan di bawahnya: “Mari peduli anak-anak”.

Teman saya ini sudah mencoba mengingatkan supaya tidak banyak memposting kegiatan itu. Karena dianggap hanya akan memancing reaksi melemahkan dari lingkungannya.

Namun ibu dan bapak ini justru mengatakan bahwa merekalah ibu dan bapaknya anak-anak.  Sebagai pengganti orangtua mereka yang jauh.

Rupa-rupanya, selama ini ibu dan bapak itu selalu memposting makanan. Entah itu roti, sayuran, lauk-pauk yang dibagikan kepada kami sebagai bentuk kepeduliannya.

Mereka juga selalu mewartakan bahwa mereka adalah pengganti ayah dan ibu anak-anak kami.  

Maksud baik

Sebuah tantangan baru bagi saya, ketika harus mengambil sikap atas sebuah peristiwa. Bagaimana pun maksud baik seseorang itu kadang kali belum tentu bisa ditangkap dengan baik oleh orang lain.

Kisah ini menarik saya untuk merenungkan Sabda Yesus yang berbicara tentang ibu Yesus;  

8:19Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. 8:20 Orang memberitahukan kepada-Nya:‘Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau. 8:21Tetapi Ia menjawab mereka: Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Lukas 8:19-21).

Jawaban Yesus ini cukup sulit bisa saya pahami. Namun dengan terus-menerus mendengarkan suara hati terdalam, saya berupaya memahami makna “Ibu”. Meski itu hanya mampu saya lakukan, sejauh daya pemahaman saya pribadi yang penuh keterbatasan.  

Saya sangat mengagumi Maria. Bagaimana pun Maria pasti selalu melaksanakan firman Allah dan melakukannya. Sehingga Maria terpilih menjadi ibu yang mengandung, memelihara, dan menemani  Yesus.

Dalam kisah Lukas 8:19-21 tidak diceritakan bahwa Maria melakukan firman Allah dan melakukannya. Apakah kemudian Yesus menemui Ibu-Nya saat itu, sehingga orang-orang yang bersama-Nya tahu dan mengakui bahwa Maria adalah ibu Yesus?

Tidak diceritakan di dalam kisah itu. Entah mengapa kisah ini menggoreskan kepedihan dalam hati saya; seolah-olah menggambarkan situasi hati saya, yang berharap agar dapatkan pengakuan publik atas keberadaan seorang “Ibu”.

Peristiwa perkawinan di Kana

Panggilan “Ibu” berikutnya adalah saat berlangsung acara perkawinan di Kana. “Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, Ibu? Saat-Ku belum tiba.” (Yoh 2:4).

Lagi-lagi, hati saya bergolak.

Dalam kisah ini, apakah Yesus menegur Maria, Ibu-Nya dan meremehkan hubungan jasmani, karena kaitan kekeluargaan tidak boleh mempengaruhi pola pelayanan-Nya – nepotisme? 

Lalu, apa maksud Yesus dengan mengatakan “Saat-Ku belum tiba”.

Pesta perkawinan di Kana by Juan de Flandes

Saya semakin merasakan adanya pergulatan di dalam batin dan kemudian masuk ke dalam  proses permenungan diri yang mengarah pada kelekatan relasi manusia.

Dan sebutan “Ibu” yang terakhir adalah saat Maria berada di bawah  salib Yesus.

“Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Kleopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: Ibu, inilah, anakmu. Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: Inilah ibumu. Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” (Yohanes 19:25-27)

Menggetarkan hati

Hati saya semakin bergolak. Ada kepedihan menggelayut. Namun ada kedamaian hati yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Sebutan “Ibu” bagi Maria yang melahirkan Yesus “Ibu, inilah anakmu” dan kepada murid-Nya: ”Inilah ibumu” itu sungguh menggetarkan hati saya, seolah-olah saya sedang bersama Bunda Maria. Di bawah salib di mana di situ sudah tergantung “sosok terdekat” yang amat dihinakan oleh manusia.

Pengakuan Yesus atas Maria sebagai “Ibu” -baik sebagai Ibu-Nya maupun Ibu para murid-Nya- itu justru terjadi saat Dia berada di dalam kondisi ketidakberdayaan. Saat Yesus mengalami kesakitan, kesendirian, kehinaan, dan telah ditinggalkan oleh orang-orang yang amat dikasihi-Nya.

Ibu Gereja

Bagaimana reaksi Maria saat itu?

Saya tidak menemukan jawabannya secara jelas. Namun kemudian Maria mendapat banyak gelar. Dan salah satunya adalah sebagai “Ibu Gereja”.

Gelar itu tidak pernah diminta oleh Maria.

Bunda Maria. (Ist)

Maria juga tidak pernah mewartakan bahwa ia adalah “Ibu” Gereja. Namun, kehadiran Maria yang mengayomi, melindungi, membantu di dalam situasi sulit semakin itu saya rasakan.  

Bunda Maria menjadi tempat pelarian saya yang paling aman dan nyaman. Sama seperti saat saya ingin berlari mengadu kepada ibu kandungku, saat saya berada dalam situasi yang paling lemah.

Ada kemanisan, keindahan dan rasa damai tak terperikan mengalir di dalam hati saya.

Salib dan jangkar Abdi Kristus

Saya belum pernah bertemu Ibu Maria. Namun untaian Rosario yang saya daraskan setiap hari menjadi untaian kebersamaan dan kesatuan perjalanan panggilan hidup saya bersama Ibu Maria dan Putera-Nya sebagai Suster Abdi Kristus.

Saya temukan makna salib yang terpaut dalam Jangkar Salib Abdi Kristus, Yesus yang tersalib pautan hati saya.

Iman, harapan saya semakin hidup dan bertumbuh bahwa di balik ketidakberdayaan mengalir rahmat Kasih-Nya.

“Where God guides, He provides. No matter how things look, God is still in control. Stay in peace and be hopeful. Your blessing is coming soon”

Puisi dan video berikut ini adalah persembahan hati saya terdalam  untuk  Bunda Maria – “Ibu”pendoa dan pengayom sejati di dalam hidup saya. 

Ibu-Mu… Ibuku

Meski aku tak tahu pasti

akan kehendak dan rencana-Mu,

kujalani hidup ini

Bagaikan biduk kecil dan lemah

Di tengah kejam dan garangnya ombak lautan yang menerjang

Satu yang aku tahu, Ibu Maria bersama-Mu menyertaiku

Tangan lembutnya dan tangan agung-Mu memegang dan membimbingku.

Bersama Ibu Maria

dan bersama-Mu kulalui dan kualami

Perih dan sakitnya hati;

Saat jari-jari telunjuk mereka diarahkan ke wajah-Mu,

tuntutan kemuliaan menurut logika mereka menjadi bahan olok-olok tiada henti bagi-Mu

Kurasakan menjadi  tajamnya duri-duri mahkota di kepala-Mu.

Bersama Ibu Maria dan bersama-Mu

kurasakan berkali-kali fitnah dan tuduhan

yang tak pernah Engkau lakukan

terpatri menjadi luka-luka di tubuh-Mu.

Bersama Ibu Maria dan bersama-Mu kurasakan beratnya perjalanan panjang yang tak terpahami akal manusia

Itulah kayu salib berat dan kasar yang ada di pundak-Mu.

Tawa, sindiran dan cibiran di bibir manis,

terasa menghujam bagaikan paku-paku tajam yang menembus telapak tangan dan kaki-Mu.

Dalam semua itu, kurasakan ada damai di hatiku

Saat bersama Ibu-Mu di bawah kayu salib-Mu kudengar di antara sengal nafas-Mu seuntai doa “Ampunilah mereka…”

Ada damai di hatiku, manusia paling hina dan penuh dosa ini, saat kudengar ajakan-Mu, di antara nafas-nafas akhir-Mu, “Hari ini engkau akan bersama-Ku masuk ke rumah Bapa-Ku”.

Bersama Ibu Maria di bawah salib-Mu

hatiku terbasuh oleh air dan darah-Mu yang teramat kudus.

Damai-Mu semakin penuh memenuhi hatiku saat Engkau memanggil

“Ibu inilah anakmu… Inilah ibumu.”

Ada damai, hanya ada damai

kurasakan damai, di hatiku

Saat kujalani ini semua bersama Ibu-Mu yang t’lah menjadi ibuku.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version