SEPANJANG hari-hari ini, para suster biarawati pemimpin semua tarekat religius dari seluruh Indonesia telah datang dan saling bertemu muka untuk melakukan pertemuan formal sebagai anggota IBSI (Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia). Kali ini, pertemuan IBSI berlangsung di Rumah Retret Laverna, Padangbulan, Pringsewu, Lampung.
Para suster biarawati pemimpin ordo, kongregasi dan aneka tarekat religius itu datang dari segala penjuru; dari Sabang sampai Merauke. Mereka menyandang status sebagai Pemimpin Umum, Provinsial, atau anggota Dewan Provinsi dan masih banyak lagi istilah lain.
Eksis sejak tahun 1956
Sekedar diketahui, Ikatan Biarawati Seluruh Indonesia (IBSI) resmi berdiri sejak tahun 1956. Keberadaan IBSI terjadi sebagai hasil kongres pertama para provinsial seluruh Indonesia. Peristiwa itu terjadi di Kota Bandung dan berlangsung mulai tanggal 18-24 Februari 1956.
Dalam kongres pertama itu duduk sebagai Ketua adalah Mgr D. Enrici, sementara sebagai internuncius ditunjuklah Mgr. Arnts OSC, Uskup Keuskupan Bandung saat itu.
Dalam kata sambutan ditegaskan bahwa perlu muncul forum kongres yang lebih teratur agar kehidupan para biarawati ini bisa dijaga tetap sesuai dengan situasi zaman. Saat itu pula, para peserta kongres sepakat dan menjadikan semangat tersebut sebagai komitmen bersama.
Forum kongres disepakati sebagai sarana untuk saling berkomunikasi dan menjalin kerjasama, merengkuh iklim persaudaraan sejati antara semua ordo, kongregasi –pokoknya semua tarekat religius biarawati di seluruh Indonesia. Forum yang lebih teratur pertemuannya ini dibentuk agar mencapai tujuan bersama yakni semakin mampu menghayati nasihat Injili dan mencapai karya kerasulan dan pelayanan yang lebih efisien dengan tetap menghormati semangat spiritualitas masing-masing ordo, kongregasi masing- masing.
Pengurus pertama IBSI
Sebagai anggota pengurus pertama IBSI maka ditunjuklah Sr. Redempta Dencher OSU, Sr. Theophile OSF, Sr. Ancilla van Zutphen JMJ, Sr. Catharinia Liedmeier CB, dan Sr.Winfrieda SSpS. Dalam perkembangan selanjutnya, IBSI yang masih tetap eksis hingga sekarang akhirnya menjadi anggota KONGGAR (1969-1978 ), berubah menjadi MASRI (1978-1987 ) dan akhirnya sampai sekarang menjadi bagian KOPTARI mulai tahun 1987.
Seiring dengan pertemuan IBSI dan berakhirnya masa bakti jajaran pengurus periode 2014-2017, maka IBSI bisa terlaksana berbarengan dengan berakhirnya pertemuan KOPTARI.
Rumah Retret Laverna Lampung
Untuk keperluan pertemuan ini, panitia pelaksana telah memilih Rumah Retret Laverna di Padangbulan, Lampung. Ini adalah kawasan sebuah desa bertekstur lahan berbukit dengan pohon nan asri, sederhana yang sehari-hari dikelola oleh para Suster FSGM. Lokasinya tidak jauh dari Gua Maria Padangbulan yang juga sangat asri. Kawasan ini diberkati pada bulan Mei 1985 oleh alm. Mgr. Andreas Henrisoesanto SCJ.
Menghayati ke-Indonesia-an yang majemuk
Pada tanggal 28-31 Agustus 2017, jajaran pengurus lama IBSI mengundang para suster biarawati pemimpin ordo, kongregasi untuk mengadakan sidang IBSI di Rumah Retret Laverna Padangbulan Pringsewu, sebelum berlangsung sidang KOPTARI yang juga diselenggarakan di tempat yang sama.
Kali ini, tema bahasan pertemuan IBSI mengambil pokok tentang “Merajut Solidaritas Global demi Kehidupan dan Keutuhan Bangsa dan Negara Indonesia.”
Tema ini rupanya senada dengan fokus perhatian KOPTARI yang mengadopsi tema “Kaum Religius Menghadapi Kegembiraan Injili di tengah Bangsa Indonesia yang Majemuk, Beragam, Bhinneka, dan Bermartabat.”
Sebuah theme song bertitel Sukacita Injili Merawat Bhinneka Tunggal Ika telah diciptakan dan kemudian dinyanyikan oleh para suster FSGM. Mereka menyanyikan theme song ini bersama sejumlah guru dan murid.
Lagu itu sangat bagus dimainkan dalam pentas nyanyi bersama sebagai paduan suara mengiringi pembukaan Sidang KOPTARI.
Baca juga: Album Pertemuan KOPTARI di Lampung
Proses sidang dan pertemuan IBSI itu sendiri berlangsung dengan sangat baik dan lancar. Dimulai dengan acara perkenalanan umum, karena banyak suster pemimpin ordo, kongregasi atau tarekat religius merupakan ‘wajah-wajah baru’.
Para perempuan hebat
Pembukaan sidang didapuk oleh Romo Paulus Suparno SJ, dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang juga bertindak sebagai salah satu narasumber.
Pastor Jesuit asal Desa Mawen – Paroki Wedi di Klaten ini membahas tema besar tentang semangat solidaritas kaum perempuan dalam Kitab Suci terutama di Perjanjian Lama. Maka di situ, kata Romo Paul, ada sejumlah nama perempuan yakni Eva, Ribka, Rahab, Debora, Ruth, Ester dll.
Juga disinggung oleh Romo Paul Suparno tentang tema yang sama di Perjanjian Baru sebagaimana kemudian memunculkan nama-nama sepert Maria Ibu Yesus, Elisabeth, Nabi Hanna Maria dan Marta, serta sejumlah perempuan yang mengikuti perjalanan Yesus ke Golgota.
Selanjutnya, kami para suster lalu diajak berefleksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengindentifikasi kelemahan apa yang ditemukan sebagai pelaku hidup bhakti di zaman serba modern seperti sekarang ini. Kalau sudah ditemukan, lalu apa yang dapat diteladani dari ‘para perempuan hebat’ dalam sejarah iman di KS itu untuk bisa dilakoni dalam proses mengikuti Tuhan sebagai seorang suster biarawati di zaman ini.
Sidang pleno selanjutnya adalah forum mencermati laporan Badan Pengurus dan kemudian evaluasi bersama. Kepada Badan Pengurus Baru hasil ‘pemilu lokal’ akan diusulkan beberapa hal.
Beberapa sesi diagendakan sebagai forum pengendapan sekaligus forum informal untuk saling membina keakraban satu sama lain.
Hari terakhir sidang berhasil memutuskan terbentuknya Pengurus IBSI baru masa bakti periode 2017-2020 dan terpilihlah suster novelis Sr. Maria Monika Ekawati SND dan jajarannya.