ANTARA realitas yang terlempar nyata dalam situasi sosial dengan “dokumentasi” realita sosial berwujud selluloid dalam sebuah ruang media bernama film tentu saja terdapat jurang pemisah yang teramat lebar. Realitas sosial tersaji apa adanya. Tanpa rekayasa.
Sementara, realitas sosial yang tergambar dalam rupa “dokumentasi” selluloid sudah barang tentu merupakan hasil sebuah proses “rekayasa” dengan segala macam pertimbangan dan kebutuhan. Itu bisa saja kepentingan artistik hingga para pembawa realitas –niscaya ini tak lain para pemeran tokoh—mesti dirias berbalut kostum khusus. Demi kepentingan pasar, maka diciptakan setting baru: boleh wahana maupun peran atau tokoh baru.
Film Soegija besutan sutradara Garin Nugroho yang diproduksi Puskat Pictures jelas mengadopsi kepentingan di atas. Artistik dan kepentingan pasar di satu pihak, sementara di bagian lain tetap berusaha menampilkan realitas sosial itu apa adanya. Pada bagian kedua inilah, film sebagai sebuah catatan dokumentasi atas figure/sosok seseorang menemukan kelemahannya yang paling fundamental. Film tak pernah sangguh menghadirkan sebuah setting peristiwa lengkap dengan segala nuansa jiwa dan sosial yang mengelilinginya.
Menjadi pelengkap
Soegija in Frames menjadi pelengkap atas munculnya film Soegija. Namun sekali lagi, Soegija in Frames tetap tidak mampu melahirkan segala nuansa yang hadir pada diri sosok agung Mgr. Albertus Soegijapranata SJ dan film tentang beliau yakni Soegija.
Soegija in Frames dalam konteks ini menjadi semacam dokumentasi atas proses memroduksi Soegija. Buku baru terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) dan Puskat Pictures ini menjadi menarik, justru karena paparan foto dokumentasi hasil syuting film Soegija ini dilengkap caption text yang sifatnya informatif.
Tanpa keterangan ini, rasanya paparan foto dalam Soegija in Frames ini seperti tak punya jiwa. Justru paparan informasi di balik proses kreatif menciptakan tontonan di layar perak inilah yang membuat proses syuting Soegija menjadi menarik untuk diperbincangkan.
Kita lihat misalnya di Soegija in Frames bagaimana Garin Nugroho dan Djaduk Ferianto berkiprah mengarahkan para kru dan aktor-aktris beserta para pemusik harus bermain guna mengisahkan tokoh agung sekaliber Mgr. Albertus Soegijapranata SJ. Juga bagaimana Romo Iswarahadi SJ dan koleganya Romo Murti Hadi Wijayanto SJ –keduanya dari Puskat Pictures—selalu berada di belakang layar dalam setiap proses syuting Soegija ini.
Soegija in Frames tak lain adalah dokumentasi Mgr. Albertus Soegijapranata SJ hasil besutan film.
Artikel terkait: