ADA-ada saja kisah hidup sejarah panggilan. Kali ini, kisah hidup panggilan Sr. Florentine OSF berlangsung tidak mulus.
Ia sendiri mengaku sudah ada niatan kepengin jadi suster biarawati sejak kelas IV SD.
Bahkan usai terima Komuni Pertama, ia selalu menyempatkan diri pergi menghadiri ekaristi harian di Gereja St. Petrus dan Paulus, Paroki Klepu, Godean, DIY.
“Saking semangatnya ingin pergi ke gereja dan ikut misa harian, saya sudah bangun dan berangkat ke gereja pukul 03.00 WIB dinihari. Jalan kaki ke sana. Gereja belum buka, maka langsung tiduran di emperan gereja,” kenang Sr. Florentine di Biara St. Fransiskus, Boro, Kulon Progo, DIY, beberapa waktu lalu.
Niatnya ingin menjadi seorang suster biarawati Kongregasi Suster-suster Santo Fransiskus dari Cinta Kasih Kristiani -sering disebut OSF Semarang- terpicu karena ia belajar di SPG Kidul Loji, Kota Yogyakarta. Di situlah dia kenal dengan para suster OSF yang berkarya di bidang sekolah pendidikan calon guru.
Cita-cita terganjal halangan
Ternyata, halangan menghambat cita-cita itu. Ayah kandungnya tidak mau merestuinya pergi masuk biara.
Alih-alih jadi masuk biara, Sr. Florentine OSF lalu mengalihkan perhatiannya dengan pergi melamar kerja ke Yayasan Xaverius Palembang.
Ia diterima sebagai calon guru yayasan dan kemudian ditempatkan kerja di Lubuklinggau, Sumatera Selatan – jauh sekali dari Palembang karena ada rentang jarak sejauh 311 km.
Lagi-lagi, bapaknya tidak “merestui” kepergiannya ke Lubuklinggau.
Padahal, ia butuh uang saku. Maka, diam-diam ia lalu menjual kalung kepunyaannya untuk uang saku ke Lubuklinggau.
Dan syukurlah kakak kandungnya di Teluk Betung, Lampung, bersedia menemani perjalanannya ke Lubuklinggau.
Ayah meninggal
Sedih mendera Sr. Florentine OSF.
Baru empat bulan kerja sebagai guru di Lubuklinggau, ayah kandungnya meninggal dunia. Lagi-lagi ia merasa harus mudik ke Klepu, mengantar kepergian sang ayah ke makam.
Sayangnya, uang saku tiada.
Syukurlah atas izin kepala sekolah dan bantuan teman-teman guru, ia mendapatkan ongkos untuk pulang mudik.
Sepeninggal ayahnya, Sr. Florentine OSF semakin mantap jiwa mau masuk Kongregasi Suster OSF.
Lamarannya diterima dan ia diantar kakak iparnya dari Jepara yang non Katolik untuk memasuki masa postulat di Susteran OSF Gedangan Semarang.
Mengalahkan anjing di Susteran Gedangan Semarang
Tapi yak ampun, dasar sangat “alergi” dengan anjing, ia malah disuruh merawat anjing herder susteran.
Ia merasa sangat takut dengan anjing. Karenanya, setiap kali disuruh kasih makan anjing peliharaan biara, maka tempat makan itu dia biarkan tergeletak begitu saja. Sekejap kilat, ia langsung ngacir pergi tinggalkan anjing itu sendirian.
Karena sungguh takut sama anjing, ia lalu berniat undur diri. Niatnya keburu tertahan oleh dorongan kakak sepupunya yakni almarhum Mgr. Julianus Sunarka SJ yang dengan nada humor, selalu menegurnya.
“Mosok hanya karena masalah anjing, kamu ingin undur diri dari Kongregasi OSF? Itu kan tak sebanding dengan pengurbananmu di keluarga: ayahmu meninggal setelah kamu pergi ke Lubuklinggau; juga kamu malah menindas cita-citamu sendiri mau masuk suster sejak kelas IV SD,” kenang Sr. Florentine OSF menjawab Titch TV.
Berhasil mengalahkan sindrom rasa takut berlebihan terhadap anjing
Singkat cerita, berkat nasihat Mgr. Sunarka SJ dan keberhasilannya mengalahkan rasa takut terhadap anjing, Sr. Florentine OSF akhirnya “sukses” menjalani masa pendidikan sebagai calon suster biarawati OSF di Gedangan.
Selepas kaul pertama sebagai suster muda, ia kemudian banyak dikaryakan di bidang pendidikan formal di sekolah. Antara lain di Solo, Bawen, Ambarawa, Tanjung Priok, Matraman.
“Saat berkarya sebagai kepala sekolah di SD Marsudirini Tanjung Priok itulah, saya mengalami tantangan karya,” ungkapnya mengenang kisah tempo dulu.
Kredit: Titch TV/Mathias Hariyadi