Home BERITA Stoke 16 Tahun, Kesetiaan Isteri Rawat Suami Bak “Mayat Hidup”

Stoke 16 Tahun, Kesetiaan Isteri Rawat Suami Bak “Mayat Hidup”

0
Ilustrasi: (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Sabtu, 19 Februari 2022.

Tema: Deritaku dalam Dia.

Bacaan

  • Yak. 3: 1-10.
  • Mrk. 9: 2 – 13.

SAYA tidak dapat berkata lagi. Tetapi hati kagum atas kesetiaan, kesabaran dan ketekunan merawat kehidupan.

Saya belajar, iman yang kuat memperkokoh keyakinan bahwa Allah turut campur dan bertindak. Ia mengubah hati setiap orang yang ingin berbalas kasih.

Satu kesaksian umat menyadarkan saya bahwa Allah senantiasa merawat kehidupan kita. Dengan memeluk semua umat yang percaya kepada-Nya.

Ia memberikan hidup-Nya sendiri.

Sambil meneteskan airmata seorang ibu bercerita, bagaimana bersama Tuhan, ia merawat kehidupan pasangannya.

Yang membuat bahagia dan menjadi kekuatan adalah saat pasangannya tersenyum. Seakan-akan mau mengatakan, “Terimakasih sayang.” 

Karena stroke berat, ia tidak bisa berkata sepatah kata pun. Hanya dari raut mukanya, sorotan mata dapatlah kita merasa, ia masih disayang.

“Sudah berapa lama bapak sakit, Bu?”

“Ya hampir 15 tahunan Romo. Stroke dan tidak bisa apa-apa. Sekujur tubuhnya kaku. Tidak bisa digerakkan sama sekali.

Dokter memantau setiap bulan. Memberi beberapa vitamin saja. Memang agak terlambat dibawa ke dokter pada waktu itu. Kami tidak tahu bagaimana harus mengatasi

Kami hanya merawat saja. Seperti merawat bayi.”

“Apa yang terjadi?”

Begini ngomongnya.

“Delapan tahun setelah perkawinan, kami dianugerahi dua putera dan satu puteri, tiba-tiba pasangan saya jatuh dari kamar mandi.

Atas bantuan tetangga, suami dapat dibawa ke rumah sakit. Tidak sadar selama satu bulan di ICU.

Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Kami hanya menunggu dan berdoa.

Setelah itu ada sedikit kesadaran kami bawa pulang. Lumpuh total, Mo.

Anak-anak masih kecil dan saya harus membanting tulang. Saya harus bekerja menghidupi keluarga. Kebetulan ada usaha.

Daya mengatasi semua. Baik sebagai ibu rumahtangga, pencari rezeki dengan melanjutkan toko. Juga sebagai perawat baby sister bagi pasangan saya.

Kadang saya capek dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kadang hanya bisa memegang Rosario. Berapa saat berdoa, lalu terlelap tidur. Doa pun sangat singkat.

Sejak pasangannya sakit, saya selalu mengajak anak-anak untuk berdoa sebelum mereka tidur. Sungguh membanggakan. Anak-anak mau. Kadang mengingatkan. Sebelum tidur, anak-anak sering memeluk ayahnya.

Waktu terus berjalan Romo. Kadang perhatian saya pada pasangan kurang. Untung ada bibik yang mau membantu.

Siang hari, saya pulang untuk menyuapkan makanan. Malam menggantikan tugas bibik.”

“Sudah berapa lama begini?”

“Mau jalan 16 tahun, Romo.”

“Bagaimana dengan upaya dan pengobatan medis?”

“Tetap Romo, dicek kok. Tidak ada perkembangan. Dua tahun ini makanan lewat selang.”

“Bagaimana dapat tabah menerima semuanya ini?”

“Bagi kami, ini bukan cobaan Romo. Inilah hidup kami. Kami pernah diberi saat-saat bahagia. Saat-saat penuh berkat.

Kami dianugerahi tiga buah hati. Mereka rukun dan sayang pada kami. Rezeki tak berkekurangan kendati pasangan kami membutuhkan banyak biaya. Kami tidak pernah kekurangan.

Saya belajar memaknai sebagai pengabdian, ungkapan cinta pada keluarga, yakni, merawat pasangan.”

“Pernahkah berontak kepada Tuhan?”

“Mungkin dalam hati pernah. Berontak kepada Tuhan, kenapa ini terjadi dan tidak tahu kapan berakhirnya.”

“Untungnya saya aktif di gereja. Kenal banyak suster dan romo. Semua meneguhkan saya. Secara rutin mereka berkunjung dan berdoa. Umat lingkungan pun demikian. Ada perhatian kasih, Mo.”

“Apakah pernah mengalami sukacita dalam merawat?”

“Ketika pasangan mencoba tersenyum dan melirik dengan lembut, Mo.”

Sebulanan setelah berkunjung, dia meninggal.

Saya melayani proses kematiannya. Tak ada airmata kesedihan. Mereka telah belajar dan berhasil merawat kehidupan dengan sinar kasih Tuhan.

Yakobus menyadarkan, “Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini saudara-saudariku tidak boleh demikian terjadi.” ay 10.

Tuhan, ajari aku berani belajar mengasihi keluargaku dengan kasih-Mu. Bersukacita bersama dengan sinar hati-Mu. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version