Sukacita di Musim Nugal

0
Ilustrasi: Tradisi nugal di kalangan masyarakat Dayak di Kalimantan. (Sr. Ludovika SFS)

Puncta 24.01.24
PW. St. Fransiskus dari Sales, Uskup dan Pujangga Gereja
Markus 4: 1-20

TRADISI menanam padi di Suku Dayak Kalimantan disebut nugal. Adat ini sudah terjadi turun temurun. Mereka bergotong royong saling membantu untuk menebarkan benih padi di ladang.

Awalnya ladang akan dibakar dulu untuk menghilangkan rumput dan ilalang serta pohon-pohon yang sudah tinggi.

Setelah ada hujan, mereka mulai dengan adat nugal. Benih-benih ditaburkan di ladang yang luas.

Bisa jadi benih itu jatuh di bawah ranting-ranting pohon yang dibakar. Ada yang jatuh di bebatuan. Ada pula yang jatuh di semak-semak yang tumbuh bersama dengan padinya. Ada pula yang jatuh di pinggir jalan.

Musuh terbesar adalah burung, belalang, dan monyet-monyet yang sering merusak tanaman padi, sehingga ada yang panennya hanya sedikit.

Kalau panenan banyak, lumbung-lumbung mereka akan penuh dengan gabah. Padi di lumbung cukup untuk satu tahun ke depan.

Kalau musim panen tiba, pastoran akan penuh dengan padi baru hasil panen yang mereka persembahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur.

Yesus bercerita tentang seorang penabur. Perikop ini sangat dekat dan mudah diterapkan di Dayak yang sistem pertaniannya ladang berpindah dengan menabur benih.

Yang dimaksud benih adalah sabda Allah. Penaburnya ialah Tuhan sendiri. Tempat benih jatuh adalah hati kita semua.

Bagaimana kondisi kita tergantung bagaimana kita menanggapi benih sabda Tuhan itu. Ada tanah yang gersang, bersemak duri, berbatu-batu.

Ada pula tanah subur yang mampu menghasilkan buah iman yang berlimpah. Bebatuan, semak duri, hama adalah hambatan yang membelenggu tumbuhnya iman.

Kita bisa bertanya pada diri sendiri. Tanah macam apakah kita ini? Tuhan sudah menaburkan benih-benih sabda-Nya.

Apakah kita termasuk tanah berbatu-batu, penuh semak duri, tanah kering dan gersang atau tanah yang subur?

Kita bisa melihat bagaimana benih iman itu tumbuh berkembang dalam diri kita masing-masing dengan aneka dinamikanya.

Tuhan tidak membeda-bedakan tanah macam apa kita, tetapi Dia tetap menaburkan benih sabda-Nya. Kita semua dipercaya untuk menumbuhkan sabda-Nya.

Tanah subur hasilnya melimpah,
Tanah bebatuan banyaklah hambatan.
Hati penuh kasih hasilkan berkah,
Hati keras membatu jadi rintangan.

Cawas, bukalah pintu hatimu…
Rm. A. Joko Purwanto Pr

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version