Puncta 21 Agustus 2024
PW. St. Pius X, Paus
Matius 20:1-16a
SEORANG anak menulis surat kepada ibunya. Dia menulis begini.
“Ibu, di dalam Kitab Suci ada tertulis: seorang pekerja pantas mendapat upahnya. Saya sudah bekerja untuk membantu ibu. Saya disuruh ibu melipat selimut, menyapu lantai, mencuci piring, membersihkan dapur, dan banyak lagi. Sekarang saya minta upahnya.”
Ibunya membalas surat anaknya itu: “Anakku, sembilan bulan aku mengandungmu, cintaku padamu gratis. Tiap malam ibu tidak tidur untuk menjagamu, cintaku gratis. Tiap kamu lapar dan haus, ibu melayanimu siang dan malam, cintaku padamu gratis. Kamu sedih dan sakit, ibu selalu ada untukmu dan cintaku padamu gratis.”
Anaknya terharu dan meneteskan airmata di pipi. Ia memeluk ibunya dan berbisik di telinga. “Ibu maafkan aku, cintamu semua gratis dan aku tak mampu membalasnya.”
Dalam Injil hari ini, Yesus mau mengungkapkan kasih Allah yang tiada batas dan kemurahan hati-Nya diberikan kepada kita. Yesus mengungkapkan perumpamaan tentang pekerja kebun anggur.
Ia memberi upah kepada pekerja sesuai dengan kesepakatan mereka. Sehari satu dinar. Ia telah bertindak adil bagi pekerja pertama. Ia masih bermurah hati kepada pekerja terakhir. Tetapi pekerja pertama tidak terima atas kemurahan hati si pemilik kebun anggur itu.
Kadang kita iri hati karena Tuhan berbuat baik kepada orang lain yang menurut kita tidak pantas dicintai. Kenapa orang jahat kok hidupnya enak? Kenapa orang tidak pernah ke gereja kok hidupnya mujur? Kita protes kepada Tuhan.
Kita tidak bisa membatasi kemurahan Tuhan. Tuhan punya hak untuk bermurah hati kepada siapa pun. Kita tidak boleh menilai diri paling benar dan suci sendiri.
“Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” sabda Tuhan.
Pepatah mengatakan, ”Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.” Kasih Allah tiada batas, kasih kita sering masih ada pamrih dan motivasi egois. Mari kita mohon agar dimurnikan cinta kita kepada-Nya.
Dari Denpasar menuju Gumbrih,
Di mobil dengerin musik lirih-lirih.
Hanya ibu mengasihi tanpa pamrih,
Ia rela menahan duka dan hati perih.
Wonogiri, kasih yang tiada batas
Rm. A. Joko Purwanto, Pr