Home BERITA Tak Ada yang Mustahil

Tak Ada yang Mustahil

0
Menjadi mungkin berkat kesabaran by Romo Suhud SX.

Senin, 21 Februari 2022

  • Yak. 3:13-18.
  • Mzm: 19:8.9.10.15.
  • Mrk. 9:14-29

DALAM hidup ini kita semua berhak untuk bermimpi dan menjaga mimpi tersebut sampai menjadi kenyataan.

  • Dengan mimpi ,kita punya tujuan yang harus dicapai.
  • Dengan mimpi, hidup kita akan lebih terarah, hingga kita tidak akan jadi seperti aliran air yang hanya pasrah mengikuti arus aliran.

Meskipun ada optimis, namun terkadang ada fase di mana kita merasa bahwa mimpi dan cita-cita kita sangat sulit untuk diwujudkan.

Mungkin karena alasan kondisi dan keadaan yang tidak memungkinkan. Dengan beban yang semakin berat, rasanya ingin menyerah saja.

“Lebih baik, ambil kursus tukang kayu atau bengkel saja, daripada melanjutkan sekolah, kasihan orangtuamu, tidak akan mampu membiayaimu,” kata salah seorang paman saya.

“Tetapi saya ingin sekolah dan jadi guru,” kata kakakku waktu itu.

Memang dengan anak banyak yang masih perlu biaya hidup, yakni enam orang, dan hanya mengandalkan buruh tani, rasanya tidak mungkin orangtua saya bisa membiayai sekolah kakak saya dan mungkin juga saya.

Namun orangtua saya selalu menyemangati kami.

“Kalian harus belajar dengan baik, tugas kalian belajar dan biaya sekolah saya akan berusaha sekuat tenaga,” kata bapakku suatu ketika.

Bapak tidak asal omong, namun sungguh bekerja siang malam untuk kehidupan kami khususnya untuk belajar.

Syukurlah bahwa satu per satu, kami bisa menyelesaikan sekolah meski hanya sampai setingkat SLTA, namun itu sudah cukup bagi kami untuk mencari pekerjaan dan membantu orangtua.

Orang lain boleh meragukan kami, tetapi Tuhan sang pemilik kehidupan telah memberikan jalan dan masa depan setimpal usaha dan perjuangan kami dan orang tua kami.

Tidak ada yang mustahil di tangan Tuhan.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

Jawab Yesus: “Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.

Segera ayah anak itu berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini.”

Orang yang beriman selalu mendasarkan perjalanan hidup dan masa depannya pada kehendak dan kuasa Allah.

Secara manusiawi kadang terlihat tidak mungkin apalagi jika landasan hidup yang kita pijak pada kekuatan dan kehendak diri sendiri.

Kita kadang menyerah pada keadaan karena kita tidak percaya bahwa Tuhan bisa mengubah segalanya menjadi baik sesuai dengan kehendak-Nya.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku secara jujur di hadapan Yesus berani menyerahkan ketidakpercayaan dan kebimbanganku serta berserah sepenuhnya kepada kebijaksanaan-Nya?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version