Home BERITA Tanahair sebagai Nilai: Ibu Pertiwi (1)

Tanahair sebagai Nilai: Ibu Pertiwi (1)

0
Sumpah Pemuda. (ist)

NILAI hakiki tanahair sebagai ibu pertiwi yang diperjuangkan dari keberagaman identitas lokal dalam gerakan para pemuda menurut daerah dan sukunya menyatu dalam evolusi kesadaran mulai 1908.

Lalu memuncak ke tahun 1928. Untuk berjanji bersama menjunjung bahasa persatuan, tanahair dan kesatuan bangsa dalam Janji Pemoeda yang kemudian dikenal dan diberi nilai baru sebagai Sumpah Pemuda.

Namun, di saat pertemuan atau konggres awal di gedung Pancasila sekarang dan di Jl. Kramat Raya kini, Wage Rudolf Supratman menginisiasi sebuat ‘anthem’, lagu kebangsaan yang saat itu dikenalkan hanya bisa instrumental dengan biola, karena ‘penjajah’ masih mencengkeram.

Nilai intrinsik sebagai bangsa Indonesia dirayakan dari 1945 sampai lima tahun lalu, masih ‘hanya dengan stanza 1’ padahal nilai-nilai intrinsik tanahair Indonesia sebagai kepulauan dan kelautan bahari ada tertulis di stanza 2 dan 3.

Jauh-jauh sebelum ada kewajiban menyajikan stanza lengkap ketiganya untuk SD, SLTP, SMA atas arahan Diknas, saya di program SCTV mataair renung pagi menyambut hari dengan ajakan syukur dan renung cinta negeri sudah mengajak menukiknya tahun 2010.

Tengoklah lirik stanza 2 dari Indonesia Raya.

Indonesia tanah yang mulia tanah kita yang kaya

Di sanalah aku berdiri untuk slama-lamanya

Indonesia tanah pusaka

Pusaka kita semuanya

Marilah kita mendoa Indonesia bahagia suburlah tanahnya

Suburlah jiwanya

Bangsanya, rakyatnya, semuanya

Sadarlah hatinya, sadarlah budinya

Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya merdeka-merdeka

Tanahku negeriku yang kucinta

Indonesia Raya merdeka-merdeka

Hiduplah Indonesia Raya.

Indonesia itu kaya raya

Indonesia itu negeri dengan tanah yang kaya. Kaya apa saja: hasil bumi, hutan dan tambang, belum lagi keberagaman seni dan cerlang budaya yang terungkap dalam tari, musik etnik maupun rajutan kain songket, tenun yang semuanya hasil proses menenun berpeluh keringat dan tekun berdarah-darah.

Yang berharga, yang bernilai sebagai kebhinekaan tak hanya tampilan ragam pesona kantong-kantong seni dan kearifan-kearifan lokal tentang hidup, tentang adatnya, tak ada yang menyamai.

Ketika dua kali saya ke Brazil, di sana pun berdamping keberagaman seindah seperti kita. Namun, Indonesia tanah kaya tak hanya permukaan seni-seninya. Tetapi jiwa seninya yang intrinsik tampil dalam nyanyi lagu etnik ekspresionis maupun hening ritual religius yang menghormati Yang Ilahi.

Maka syair yang menuliskan tanah yang mulia, terasa ditulis Wage Rudolf dalam hikmat akan tanah tercinta ini.

Karena itu ajakan, bahkan janji setia (seperti semangat 1928 para pemoeda) bertekad untuk berdiri selama-lamanya.

Bila tiap pribadi manusia merdeka berjanji sebagai ‘aku’ yang teguh berdiri selamanya di tanahair ini, maka 200 juta si ‘aku’ ini menjadi gelombang janji kesetiaan pada pertiwi.

Inilah tanah pusaka yang didasarnya diundang untuk mendoa Indonesia bahagia.

Memang mesti mendoa untuk tanah pusaka yang kaya dan subur ini, agar bahagia bangsa, rakyat semuanya. (Berlanjut)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version