TIDAK ada orang yang melarangmu untuk tidak menangis.
Sudah berapa lama dirimu menangis?
Karena dirimu sudah terlalu lama menangis, maka habislah air mata itu. Yang dirasakan sekarang adalah kesedihan dan kepedihan.
Ada ruang yang hampa dalam dirimu. Ada kesepian di hatimu. Ada kegelisahan di jiwamu.
Tetapi, lihatlah dengan jujur, apakah dirimu adalah orang yang beriman? Atau dirimu sebenarnya adalah seorang beragama saja?
Atau dirimu adalah orang ikut “ritual” saja, tetapi sebenarnya, dirimu tidak pernah menjadi seorang yang beriman.
Mau tahu tentang tangisan dari orang yang beriman?
Tangisan orang yang beriman bersumber dari suara yang ada di Taman Getsemani, “Ya Bapa, jika mungkin piala ini berlalu dari padaku, tetapi bukan atas kehendakku, tetapi atas kehendakmu.”
Tangisan orang yang beriman terucap dari seorang pribadi yang ketika kedua tangan dan kakinya dipaku pada kayu salib, “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
Tangisan orang yang beriman adalah terdengar dari suara nyaring pribadi yang tergantung pada kayu salib, “Eloi, Eloi, Lama Sabachthani.”
Tangisan orang yang beriman adalah suara lembut dari seorang pribadi yang menyerahkan dirinya dengan total, “Ya Bapa ke dalam tanganMu, kuserahkan nyawaku.”
Bagaimana isi suara dari tangisanmu? Itu karena egomu? Itu karena ketidak-puasanmu? Itu karena protes dan kemarahanmu? Itu karena kamu tidak eksis lagi?
Sepertinya, jika dirimu seperti itu, maaf, dirimu belum menjadi orang yang beriman, tetapi dirimu masih “anak-anak” yang pinginnya dimanja.
Jika bisa menyalahkan, langsung menyalahkan. Jika bisa mengeluh, langsung saja mengeluh. Jika sedih, ingin supaya yang lain tahu sedang bersedih.
Jika mau menjadi orang yang beriman, bacalah Injil Yohanes 18:1-19:42. Setelah selesai membaca, kamu bisa memaknai tangisanmu itu, sungguhkah tangisanku adalah tangisan dari seorang beriman?
Hong Kong, 08 April 2020
Rm. Petrus Santoso SCJ – 蘇喜樂神父