PUNCAK dari ibadah puasa adalah pencapaian derajat taqwa oleh orang-orang beriman yang memenuhi seruan Ilahi untuk melaksanakan kewajiban mulia yang penuh cobaan di bulan Ramadhan ini (QS. Al-Baqarah [2]:183).
Taqwa sendiri juga merupakan perlambang bagi tingkat kemuliaan tertinggi seorang hamba di tengah segala makhluk, inna akramakum ‘inda Llahi atqakum, sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu (QS. Al-Hujarat [49]:13)
Derivasi paling mencolok yang diharapkan muncul dari taqwa sebagai buah dari puasa adalah kesadaran sosial akan nasib dan penderitaan sebagian besar kelompok masyarakat yang masuk dalam kelompok fakir, miskin, dhuafa’, dan mustadh’afin. Mereka inilah kelompok yang secara sosial dan ekonomi lemah dan tidak berdaya sehingga posisi dan eksistesinya sama sekali tidak diindahkan oleh golongan masyarakat di atasnya yang memiliki lebih banyak sumber daya.
Tak heran jika kelemahan ini bukan hanya bersifat duniawi berupa kekurangan pada materi, tetapi juga kekurangan ukhrawi yang membuat mereka rentan dengan kekufuran. Sabda Nabi Saw : “Kaada al-faqru an yakuuna kufran” hampir-hampir kefakiran membawa seseorang pada kekufuran.
Misi sosial
Islam sebagaimana agama samawi lainnya turun dengan misi sosial demi menjamin terpenuhinya hak-hak kaum tertinggal, tertindas dan terpinggirkan semacam itu. Jika Nabi Musa as melawan tirani bernama Firaun untuk membebaskan Bani Israel, maka Nabi Muhammad Saw juga harus berhadapan dengan Kafir Quraisy yang begitu dominan secara ekonomi dan politik, namun enggan membantu bahkan terkesan menikmati kesusahan hidup masyarakat miskin dan kekurangan di sekitarnya, demi melanggengkan hegemoni dan kekuasaan mereka.
Di bulan Ramadhan ini sebagai santri dan bagian dari keluarga Pondok Pesantren yang bernafaskan Ahlussunah Waljamaah dan bercorak Nahdlatul Ulama yang selalu bergerak melakukan fungsi-fungsi sosial-kemasyarakatan, maka saya harus turut serta mengambil bagian dalam peran-peran sosial di lingkungan masing-masing, di komunitas masing-masing, peran-peran perkaderan yang selalu memberi spirit dan keilmuan pada diri dan orang-orang disekitarnya.
Namun peran-peran perjuangan pun harus tetap berjalan beriringan demi terbentuknya masyarakat yang sejahtera, bermartabat dan berpradaban menuju masyarakat yang diridhoi oleh Allah Swt.
Alhamdulillah, Ramadan sudah di ambang pintu, menyapa dan memeluk kita semua. Kita bertemu kembali dengan tamu agung yang membawa berkah ilahi.
Selamat datang Ramadan. Semoga kami bisa menyiapkan hati, pikiran, dan fisik untuk menerima piala keutamaan seribu bulan yang engkau usung dari langit suci. (Selesai)
Ulul Huda MA, mengasuk pondok pesantren Al Hidayah di Karangsuci, Purwokerto; bersama para aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) ikut membentuk Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.