DULU sekali, tahun 1970-an, hamparan sawah di depan Sekolah Dasar Pakahan I, Jogonalan, Klaten, sering ditanami tebu. Saat itu, tanaman tebu dikelola langsung oleh Pabrik Gula Gondang Baru.
Itu jadi mainan bagi para ndregiller alias bocah-bocah ndgregil yang suka usil, bolosan, tapi cerdas.
Saat membahagiakan bagi para ndregiller adalah ketika tebu sudah mencapai usia satu tahun lebih. Tebunya benar-benar mengilerkan – mangsudnya menggiurkan.
Batang tebu berwarna hijau tua, diameter sekitar 2-3 cm, tinggi batang sekitar 2–3 meter yang tersusun oleh sekitar 6–8 ruas. Bisa dipastikan tebu jenis ini benar-benar ramah anak dan ramah gigi.
Tidak membutuhkan arit (sabit) atau pisau untuk menebangnya, cukup dengan dengkul atau telapak kaki ndregiller mampu mematahkan batang itu.
Batang tebunya getas, kulitnya gampang dikupas bahkan dengan gigi. Dengan deretan giigi yang jarang kena odol -maksudnya pasta gigi-, para ndregiller mampu mengupas kulit tebu, kemudian mengunyahnya sehingga manisnya air tebu mengalir bak sungai madu, sekaligus membersihkan gigi yang kekuning-kuningan.
Agar tebu tidak dijarah oleh para ndregiller (yang tentu saja karena umur masih luput dari hukum) yang datang dari delapan penjuru angin, maka Pabrik Gula membayar penjaga kebun tebu. Penjaga itu diberi gelar CB (dibaca sebe).
Namun harapan Pabrik Gula luput. Para ndregiller mampu mempelajari tabiat bahkan pergerakan CB, sehingga aksi para ndregiller tetap dapat dilaksanakan secara aman dan sentausa.
Bekas-bekas tebu yang dipotong dengan tangan kosong terlihat menyebar di area kebun tebu tanpa satu pun ndregiller tertangkap basah oleh para CB.
Bahkan saking cerdasnya, para ndregiller mampu membuat area khusus di tengah-tengah kebun tebu, yang digunakan untuk kongkow-kongkow sekaligus menikmati tebu di siang hari sepulang sekolah, yang tidak terlihat dari luar area kebun.
Di sela-sela rimbunan batang tebu yang ramah gigi (anak) tadi, terselip di sana-sini batang tebu yang berwarna kuning kecoklatan. Para ndregiller menamainya tebu krengseng (e dibaca e sebagaimana e pada kata cewek).
Tebu itu berdiameter kurang dari 2cm, kulitnya keras, batangnya tangguh, sehingga tangan, kaki, dan gigi para ndregiller tidak mampu mengalahkannya. Namun air tebunya jauh lebih manis dibanding tebu yang ramah gigi (anak) tadi. Tebu krengseng sangat dihindari para ndregiller karena kulitnya tajam sehingga dapat melukai mulut, sementara ketangguhan batangnya mampu merontokan gigi.
Ketika kemudian pemerintah meluncurkan program Tebu Rakyat Indonesia (TRI), tamatlah surga kebun tebu ndregiller. Tebu yang ditanam pada program TRI adalah tebu sejenis tebu krengseng yang mengakhiri hegemoni ndregiller atas kebun tebu.