SENGAJA ditembak atau terkena peluru nyasar ketika terjadi baku tembak antara pasukan loyalis Khaddafi dengan kaum revolusioner pemberonta? Tak jelas sampai sekarang bagaimana sebenarnya dan persisnya Khaddafi sampai menemui ajalnya tak jauh dari gorong-gorong di tepi jalan di Sirte, Kamis (20 Oktober 2011) lalu.
“Jangan tembak saya, anak-anakku,” kata Sang Kolonel dengan nada iba.
Namun sejam kemudian, Khaddafi sudah tanpa nyawa hingga kemudian muncul pernyataan resmi dari pemerintahan ad interim di Libya yang diwakili penjabat PM Mahmoud Jibril. “Inilah saat yang kita tunggu-tunggu sejak lama: momentum historis itu adalah matinya Muammad Khaddafi,” kata Jibril.
Presiden AS Barrack Obama pun segera menyahut, “Rakyat Libya, kalian telah memenangkan revolusimu.”
Kolonel Muammar Khaddafi meninggal dalam usia 69 tahun. Hingga kini tak jelas, dimana keberadaan Seif al-Islam, putra Khaddafi yang digadang-gadang bisa menggantikan dia di kemudian hari.
Tanda tanya besar
Pertanyaan tentang bagaimana persisnya Khaddafi meninggal kini menjadi tandatanya bagi semua pihak. Tak kurang PBB pun mempertanyakan hal sama, karena menurut Konvensi Jenewa setiap musuh –siapa pun dia—yang sudah angkat tangan dan membiarkan dirinya ditawan pihak lawan harus dihormati hak-haknya di kehidupannya dijamin. Menembak mati seorang tawanan perang (prisoner of war) dianggap sebagai kejahatan perang.
Isu inilah yang hari-hari mendatang akan menghiasi kolom-kolom surat kabar dunia. Banyak pihak bertanya, bagaimana persisnya Khaddafi menemui ajalnya: sengaja dibunuh atau memang terkena peluru nyasar?
Apalagi menjelang kematiannya, beberapa stasiun televisi lokal berbahasa Arab menayangkan beberapa foto tentang Khaddafi yang dipiting orang, mukanya berlumuran darah, dan “pemberontakan” Sang Kolonel atas perlakuan kasar terhadapnya di atas sebuah truk bak terbuka.
Beberapa menit kemudian, jasad Khaddafi lalu dilarikan ke RS terdekat. Dalam sekejap euforia massa di seluruh sudut Libya membuncah dahsyat dengan satu teriakan: “Darah para pejuang revolusioner tidak sia-sia,” teriak khalayak ramai ‘mensyukuri’ berita kematian Sang Kolonel.