Home BERITA Tekun dan Rendah Hati di Hadapan Tuhan

Tekun dan Rendah Hati di Hadapan Tuhan

0
Ilustrasi: Ketekunan dan Kesabaran, Nafas Hidup Keluarga. (Romo Antonius Suhud SX)

Rabu, 3 Agustus 2022

  • Yer. 31:1-7.
  • Maz: Yer. 31:10,11-12ab,13;
  • Mat. 15:21-28.

BERTEKUN dalam iman. Tekun berarti tetap berjuang, meski banyak godaan dan rintangan.

Dalam beriman, ketekunan itu bisa tampak dalam penyerahan diri. Tidak mengandalkan pikiran dan kekuatan kita sendiri, melainkan hanya sungguh percaya kepada Tuhan.

Bertekun dalam iman itu tetap percaya pada Tuhan akan apa yang belum dapat dilihat dan selalu menaruh harapan hanya kepada Tuhan.

“Hampir 10 tahun saya berjuang untuk mendapatkan penerimaan dalam keluarga isteri saya,” syering seorang bapak.

“Saya tahu isteri saya juga merasakan tidak nyaman dengan sikap keluarga besarnya terhadapku,” ujarnya.

“Sejak kami pacaran, memang mereka kurang menerima saya,” lanjutnya.

“Salah satu hal yang membuat mereka tidak menerima saya adalah keadaan ekonomi keluargaku yang jauh berbeda dengan mereka,” tegasnya

“Sudah banyak peristiwa yang terjadi antara orang tua mereka dengan kami berdua yang berujung pada tekanan supaya kami tidak melanjutkan hubungan kami,” lanjutnya.

“Dalam situasi seperti itulah, pacarku menunjukkan betapa teguhnya dia dalam mencintaiku,” ujarnya.

“Dia, selalu menyakinkanku bahwa dia tidak pernah ragu untuk hidup bersamaku, soal ekonomi itu tergantung kami berdua dalam menata rumah tangga,” ujarnya.

“Menerima keteguhan hati seperti itu, membuatku sepenuh hati dan jiwa serta raga berjuang mencintainya,” tegasnya.

“Saya tidak ingin mengecewakan pacarku,” lanjutnya.

“Melihat langkah kami yang tidak surut meski banyak tantangan, keluarga isteri saya, akhirnya merestui pernikahan kami,” sambungnya.

“Kami berdua berjuang, menata keluarga kami. Dan saya memutuskan pindah ke luar kota,” tuturnya.

“Kini setelah sepuluh tahun, pernikahan, hubungan kami jauh membaik, orang tua isteriku sudah mau datang dan tinggal beberapa hari di rumahku,” lanjutnya lagi.

“Juga keluarga yang lain, sudah bisa menerima kehadiranku,” katanya.

“Sikap dan tantangan mereka merupakan cambuk dalam hidup ini, kami yakin bahwa dengan semuanya akan berubah menjadi lebih baik asal kami tetap berjuang dengan sabar dan iklas, tidak menjadikan kekecewaan sebagai alasan untuk berjuang,” tandasnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Tetapi Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.”

Kata perempuan itu: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”

Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh.”

Perempuan Kanaan dalam Injil hari ini memberi kita teladan.

Bagaimana sikap dan keteguhan serta kerendahan hati dihadapan Tuhan.

Ketika ia datang memohon kesembuhan bagi anak perempuannya yang kerasukan setan, Yesus malah menjawab, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.”

Bagi Yesus, perempuan Kanaan itu, tidak termasuk hitungan.

Menariknya, perempuan itu tidak tersinggung tetapi terus mendekat, menyembah, dan memohon pertolongan.

Tetapi siapa sangka, bukannya merasa iba, Yesus malah sekali lagi menguji dengan seolah merendahkan harga dirinya dengan menyamakannya seperti anjing.

Tetapi lagi-lagi, bukannya pergi dengan amarah atau kekesalan hati, perempuan itu justru seolah membenarkan perkataan Yesus.

Tidak heran apabila pada akhirnya, Yesus pun memuji imannya sekaligus menyembuhkan anaknya.

Bagaimana dengan dirirku?

Maukah aku merendahkan diri di hadapan-Nya dan mengalami kasih-Nya yang tanpa batas?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version