Home BERITA Tekun, Teken, Tekan

Tekun, Teken, Tekan

0
Ilustrasi -- Orang tua berjalan dengan tongkat atau teken by ist

Puncta 02.09.21
Kamis Biasa XXII
Lukas 5: 1-11

WERKUDARA ingin memiliki ilmu kesempurnan hidup. Ia bertanya kepada gurunya, Durna.

Sang guru mau menjelaskan asal dia dapat mencarikan “tirta pawitra mahening suci.”

Durna memerintahkan Bima ke hutan Tikbrasara. Di sana dia akan menemukan air kehidupan itu.

Ternyata hutan itu dijaga dua raksasa, Rukmuka dan Rukmakala. Bima berperang melawan mereka dan berhasil membunuh dua raksasa itu.

Ternyata di hutan itu tidak ada air kehidupan.

Durna menjelaskan bahwa ini adalah ujian keteguhan hati Bima. Kalau Bima sebagai murid yang patuh pada guru, pasti akan dijalani apa pun persyaratan yang harus ditempuh.

Dorna mengatakan bahwa air kehidupan itu adanya di dasar samudera.

“Terjunlah ke dasar samudera yang dalam, maka kamu akan menemukan air kehidupan sejati.”

Bima langsung berangkat dan terjun ke samudera. Ia dihadang oleh seekor naga raksasa. Namun Bima mampu mengalahkannya.

Ketika dia masuk ke dasar samudera, Bima berjumpa dengan Dewa Ruci. Ia adalah sosok sejatinya Bima atau sukma sejati.

Di situ Dewa Ruci menjelaskan ilmu kesempurnaan sejati yakni “manunggaling kawula Gusti”.

Kesempurnaan sejati itu terwujud jika manusia sudah menyatu dengan Tuhan. Ini adalah proses perjalanan hidup rohani manusia.

Yesus memerintahkan Simon untuk menjala ikan, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.”

Sebagai seorang nelayan, Simon punya pengalaman banyak. Ia berkata bahwa sepanjang malam dia dan teman-temannya bekerja keras, namun tidak menangkap apa-apa.

“Tetapi atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga.”

Ini bentuk kepatuhan.

Seperti Bima yang patuh kepada gurunya terjun ke dasar samudera, Simon patuh pada Yesus untuk menebarkan jala ke tempat yang dalam.

Bima adalah lambang manusia yang teguh pendirian. Begitu juga Simon, orang yang keras seperti batu karang.

Saat melaksanakan perintah guru adalah lambang kepatuhan dan ketaatan. Ia patuh dan tekun menjalankan tugas.

Atas perintah-Mu, aku akan menebarkan jala juga” inilah kepatuhan Simon.

“Wong sing tekun bakal entuk teken. Wong sing entuk teken, mesti bakal tekan.”

Bima dan Simon adalah contoh pribadi yang tekun. Mereka berhasil memperoleh “teken” tongkat, kekuatan atau pedoman.

Sabda Yesus adalah teken bagi Simon. Wejangan Dewa Ruci adalah teken bagi Bima.

Karena berpegang pada “teken” maka mereka “tekan” sampai pada tujuan hidup.

Simon tersungkur di depan Yesus dan berkata, “Tuhan, tinggalkanlah aku, karena aku ini orang berdosa.”

Berhadapan dengan kemahakuasaan Tuhan, kita semua tidak pantas. Kita ini manusia berdosa.

Berhadapan dengan Dewa Ruci, Bima “ndheprok” sujud menyembah dengan bahasa halus “krama hinggil.”

Biasanya Bima selalu berbahasa “ngoko” dengan siapa pun juga.

Dari perikop ini kita belajar; untuk mencapai sebuah cita-cita, tujuan hidup, kita harus tekun, bekerja keras, mau bertolak ke tempat yang dalam.

Kerja keras itu harus berpegang pada “teken” yakni sabda Tuhan. Kalau tidak, seperti Simon tadi sepanjang malam tidak mendapat apa-apa.

Kalau kita berpegang pada sabda Tuhan, pasti kita akan “tekan” atau sampai pada tujuan hidup kita.

Mari kita tekun dan setia pada teken supaya kita tekan.

Ketemu teman di perjalanan,
Ditraktir gratis makan-makan.
Sabda Yesus adalah pedoman,
Yang menuju pada kesempurnaan.

Cawas, hidup selalu hepi

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version