Rabu 31 Januari 2024.
- 2Sam. 24:2,9-17;
- Mzm. 32:1-2,5,6,7;
- Mrk. 6:1-6.
TANPA dipaksa, berbuat baik pada orang lain sudah seharusnya menjadi kewajiban semua orang. Bukan hanya itu saja, idealnya perbuatan baik dilakukan dengan ikhlas dan tidak mengharapkan balasan.
Tapi tidak menutup kemungkinan jika niat kita untuk berbuat baik malah mendapat penolakan karena berbagai sebab.
Apabila ada penolakan menimpa kita, sebaiknya kita tanggapi dengan iklas, dan tidak memaksa.
Tujuan kita melakukan perbuatan baik tentunya bukan mengharapkan balasan yang serupa atau membuat orang lain berhutang budi pada kita, melainkan supaya sesama terlepas dari beban kehidupan bahkan penderitaan.
“Kami tidak menerima bantuan dari Gereja,” demikian tulisan di beberapa wilayah yang terdampak banjir beberpa waktu yang lalu.
“Penolakan itu dilakukan oleh beberapa warga, namun warga yang lain tidak mepermasalahkan,” kata ketua RW,
“Maka waktu itu, kami mengantar bantuan ke posko yang diurus oleh RW,” kata seorang bapak.
“Dari beberapa pengurus Gereja ketika mendapatkan penolakan ada yang langsung bereaksi, dengan mengusulkan memindahkan bantuan ke tempat yang lain yang memerlukan dan menerimanya,” lanjutnya.
“Namun ada pula yang masih berusaha mencari jalan untuk tetap membantu di wilayah tersebut yang sangat memerlukan dan terbuka untuk menerimanya meski ada papan tulisan menolak,” urainya.
“Ketika mencoba membantu seseorang, kita malah mendapat penolakan yang terkadang terasa menyakitkan,” katanya.
“Dalam situasi seperti itu kita harus menahan emosi dan sebisa mungkin memahami alasan di balik tindakan mereka yang mungkin membuat kita terkejut atau bingung,” paparnya.
“Jangan biarkan niat baik malah mengakibatkan ketidakbaikan,” sambungnya.
“Tetap berpikir positif untuk terus menyebarkan kebaikan bagi orang-orang yang benar-benar membutuhkannya,” tegasmya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?
Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.”
Yesus ditolak di kalangan saudara dan keluarga-Nya. Kewibawaan-Nya sebagai Allah belum mendapat tempat di hati mereka. Misi Yesus di tengah orang dekat-Nya masih menghadapi tantangan.
Berkait dengan penolakan, kita perlu juga belajar dari Sang Guru yang tidak marah karena ditolak oleh orang-orang sekotanya sendiri. Dia bahkan menahan diri untuk tidak banyak melakukan mukjizat di sana.
Mungkin Yesus kecewa, tetapi dia tidak marah. Yesus tahu memang tak mudah bagi teman-teman sepermainannya dahulu menerima Dia yang sekarang. Mereka masih hidup dalam masa lalu. Mereka sulit menerima diri-Nya yang sekarang. Kita pun perlu belajar sabar seperti Yesus.
Meski terkadang menyakitkan, penolakan pada niat baik kita itu juga bisa jadi refleksi atau cerminan akan ketulusan kita dalam melakukan semua perbuatan baik kita.
Bagaimana dengan diriku? Apakah aku tulus dalam membantu sesama?