Renungan Harian
Jumat, 11 Maret 2022
Bacaan I: Yeh. 18: 21-28
Injil: Mat. 5: 20-26
SUATU malam, saya menerima telepon yang mengabarkan bahwa seorang bapak telah dipanggil Tuhan. Sebagaimana biasa terjadi di paroki kami, saya menghubungi Seksi Kedukaan yang akan membantu keluarga mengurus jenazah.
Sebetulnya kejadian yang biasa bahwa salah satu umat dipanggil kemudian Seksi Kedukaan membantu mengurus jenazah dan membantu keluarga untuk mengatur upacara pemakaman.
Namun pada peristiwa ini Seksi Kedukaan agak bimbang karena pihak keluarga meminta esok hari sebelum dimakamkan diadakan misa requiem di gereja. Seharusnya tidak ada masalah, karena sudah menjadi hal yang lumrah bahwa jenazah sebelum dimakamkan diadakan misa requiem di gereja.
Hal yang menimbulkan kebimbangan bagi pengurus kedukaan karena hampir semua umat di paroki tahu siapa bapak yang meninggal ini.
Bapak ini dikenal sebagai seorang “penjahat” karena apa yang menjadi pekerjaannya. Dia dikenal sebagai perampok dan pencuri dengan reputasi yang menyeramkan.
Sejauh saya tahu rasanya baru dalam beberapa bulan ini bapak ini kelihatan di gereja. Setiap hari ikut misa harian dan hampir setiap malam terlihat berdoa di depan Bunda Maria. Saat gereja ada kegiatan, bapak ini dengan ringan tangan membantu dan terlibat.
Suatu kali bapak ini menemui saya dan mengatakan bahwa dirinya sudah sadar akan segala kejahatannya dan ingin mengisi sisa hidupnya dengan pertobatan.
Bapak ini juga mengatakan bahwa dirinya sadar mungkin Tuhan juga sulit mengampuni, karena dosa dan kejahatannya sudah amat banyak.
Bapak ini mengatakan bahwa dengan sisa hidupnya ingin sedikit mengurangi beban dosanya. Dia merasa bahwa kalau harus ke neraka dia menerima, karena memang amat besar dosanya, akan tetapi siap tahu Tuhan melihat kesungguhan dirinya sehingga memberikan pengampunan.
Setelah mengadakan pembicaraan dengan DPP dan pastor rekan maka kami memutuskan untuk membolehkan jenazah dibawa ke gereja untuk diadakan misa requiem. Dan perayaan ekaristi requiem dirayakan.
Setelah perayaan ekaristi ada seorang bapak tokoh umat menghampiri saya dan menegur:
“Romo, apakah Romo kenal siapa dia? Kalau Romo kenal seharusnya tidak mengizinkan jenazah ini dibawa ke gereja. Apa yang telah Romo lakukan itu mengotori gereja; dia tidak layak untuk mendapatkan itu semua.
Dia itu penjahat dan isterinya ada dimana-mana, masa diizinkan dibawa ke gereja. Kalau Romo melayani di rumahnya, saya tidak keberatan dan rasanya cukup dengan didoakan saja.”
“Bapak, saya kenal beliau dan sejauh saya kenal beliau sedang dalam usaha untuk memperbaiki diri. Bagi saya, beliau meninggal dalam pertobatan. Dan lagi siapa saya sehingga berhak mengadili,” jawab saya.
Bapak tokoh umat itu mewakili beberapa umat yang tidak setuju dengan apa yang terjadi. Akan tetapi bagi saya, beliau layak menerimanya.
Tuhan lebih tahu apa yang terjadi, tugas saya adalah melayani dan mengantarnya kepada Tuhan dengan layak.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Yehezkiel: “Ia insaf dan bertobat dari segala durhaka yang dibuatnya, maka ia pasti hidup, ia tidak akan mati.”