Home BERITA Tiga Perempuan Baya tak Nikah

Tiga Perempuan Baya tak Nikah

0
Ilustrasi - Perempuan karier tak nikah (Mertacor)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Rabu, 26 Januari 2022.

Tema: Hidup yang dipersembahkan.

Bacaan

  • 2 Tim. 1: 1-8.
  • Luk..10; 1-9.

“Romo, bolehkah minta waktunya,” WA seseorang.

Ia lalu menyebut hari dan jam tertentu.

“Silakan,” jawabku.

Pesertanya ada dua perempuan baya.

“Apa yang bisa saya bantu? Gereja diharapkan memperhatikan apa untuk kalian?” kataku membuka percakapan.

“Kami ingin berkenalan dulu, Romo. Kami bertiga datang mau minta saran apa yang bisa kami lakukan di paroki ini.

Kami satu komunitas batin dan pelayanan. Kami punya pekerjaan dan tempat tinggal masing-masing. Kami tidak mencampuri urusan masing-masing.

Kami disatukan dalam sebuah niat pelayanan. Artinya, kami ingin sama-sama melayani dengan segala apa yang kami punya. Dan tidak perlu merepotkan paroki,” kata mereka antusias.

“Sudah lamakah kalian mengenal dan membentuk sebuah komunitas pelayanan?”

“Sudah hampir dua tahun, Romo.”

“Kami memulainya di Jakarta. Dan Kebetulan kami pindah ke paroki ini.

Awalnya kami agak sungkan bertemu. Mungkin agak aneh di mata banyak umat. Kami tergerak untuk mengenalkan diri supaya kehadiran kami pun dapat melayani Tuhan di gereja paroki ini.

Soal bentuk pelayanan, kami serahkan kepada Romo yang mempercayakannya kepada kami.

Dua teman ini sudah lama di paroki. Mungkin romo pernah melihatnya. Kami dulu sama sama pernah di Jakarta beberapa tahun yang lalu.

Begini Romo,” jelas yang lebih sepuh.

Kami semua memilih tidak berkeluarga. Kami punya pekerjaan dan kesibukan masing-masing.

Kami pun punya rumah masing-masing. Sepekan sekali, kami berkumpul dan berdoa bersama. Tempat bergiliran di antara kami.

Kami harap Romo suatu ketika bisa menghadiri dan memimpin doa,” harap mereka.

“Bagaimana hidup kalian?”

“Kami tidak mencampuri hidup antar kami. Tetapi kami punya satu semangat yang sama. Melayani Tuhan di paroki atas petunjuk Romo,” kata mereka.

“Mungkin saya bisa syering romo,” sela seorang yang lebih muda.

Saya dari keluarga biasa. Ayah ibu aktif di paroki. Selalu terlibat dalam urusan-urusan paroki. Saya punya dua kakak dan satu adik. Masing-masing sudah berkeluarga.

Saya memang sejak dulu lebih condong tidak berkeluarga. Pernah bersitegang dengan bapak ibu. Mereka menyarankan, kalau demikian, ‘Baiklah kalau menjadi suster biarawati saja.

Saya merasa tidak pantas. Saya berpikir dan  merasa tidak cocok. Berat bagiku.

Lalu saya bekerja di Jakarta cukup lama.  Kedudukan dan salary lebih dari cukup. Kerja full dari pagi sampai malam saya.

Sabtu dan Minggu libur. Rileks. Di situ saya merasa bisa memberi waktu untuk pelayanan gereja. Daya aktif sebagai lektor, pemazmur. Kadang membantu Sekolah Minggu atau mengunjungi panti-panti asuhan.

Itulah kehidupan saya,” jelasnya.

“Jadi hidup kami seperti keluarga biasa. Tetapi kami memutuskan tidak menikah. Kalau keluarga seluruh waktunya dicurahkan bagi perkembangan kehidupan keluarga.

Bagi kami, kami melayani Tuhan dalam Gereja. Tidak terikat pada peraturan-peraturan komunitas religius.”

“Rumah saya pun terbuka untuk kegiatan lingkungan,” timpa yang laim

“Bagaimana yang lain?”

“Intinya hampir sama Romo. Perbedaannya hanya soal pekerjaan dan rumah tinggal. Prinsipnya sama. Tidak saling mengganggu. Kami diikat dalam kesadaran moral yang sama.

Melayani sesama pada hari-hari di mana kami mengkhususkan diri terutama hari Sabtu dan Minggu.

“Mengesankan. Apa yang ingin kalian berikan pada Gereja? Maksud saya, bentuk pelayanan apa yang membuat kalian percaya itu perutusan dari Tuhan.”

Kami mengikuti arahan Romo saja. Kami percaya Romo lebih tahu bidang pelayanan apa yang belum maksimal dan mungkin dihindari.

Kami akan menerimanya dengan senang. Dari hasil pekerjaan kami, kiranya dapat mendukung pelayanan-pelayanan yang dipercayakan kepada kami.

Awalnya kami bertemanan di FB,” kisah mereka.

“Saya senang. Kalian mau terlibat dan diutus. Itulah kenyataan kita. Dipercaya dan diutus.”

“Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah Serigala.”

Tuhan, jauhkanlah roh ketakutan dalam diri dan pengutusan yang kami terima dari pada-Mu. Amin

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version